BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar
Penilaian Hasil Belajar
A. Pengertian Penilaian Hasil Belajar
Penilaian adalah suatu prosedur sistematis dan
mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterprestasikan
informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik
seseorang atau objek.
Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil
keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil
belajar, baik yang menggunakan instrument tes atau non tes.Sedangkan penilaian
hasil belajar adalah segala macam prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
informasi mengenai untuk kerja (performance)
siswa atau seberapa jauh siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi
prestasi itu dalam hubungannya dengan kedudukan personal siswa dan mahasiswa
yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya tentang
baik buruk, lulus atau tidak lan lain sebagainya.
Jadi dapat di simpulkan bahwa penilaian hasil belajar
adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi,
pengolahan, penafsiran) dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang
tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
B. Prinsip- prinsip Penilaian Hasil Belajar
Prinsip penilaian harus mengacu pada standar penilaian
pendidikan. Prinsip-prinsip tersebut mencakup:
1. Mendidik,
yakni mampu memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan pencapaian
belajar peserta didik. Hasil penilaian harus dapat memberikan umpan balik dan
memotivasi peserta didik untuk lebih giat belajar.
2. Terbuka/transparan,
yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
diketahui oleh pihak yang terkait.
3. Menyeluruh,
yakni meliputi berbagai aspek kompetensi yang akan dinilai.Penilaian yang
menyeluruh meliputi ranah pengetahuan (kognitif),keterampilan (psikomotor),
sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak.
4. Terpadu
dengan pembelajaran, yakni menilai apapun yang dikerjakan peserta didik
dalam kegiatan belajar mengajar itu dinilai, baik kognitif, psikomotorik dan
afektifnya. Dengan demikian, penilaian tidak hanya dilakukan setelah peserta
didik menyelesaikan pokok bahasan tertentu melainkan saat mereka sedang
melakukan proses pembelajaran.
5. Objektif,
yakni tidak terpengaruh oleh pertimbangan subjektif penilai.
6. Sistematis, yakni
penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap untuk memperoleh gambaran
tentang perkembangan belajar peserta didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.
7. Berkesinambungan,
yakni dilakukan secara terus menerus sepanjang berlangsungnya kegiatan
pembelajaran.
8. Adil,
yakni tidak ada peserta didik yang diuntungkan atau dirugikan berdasarkan latar
belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, warna kulit, dan
jender.
9. Menggunakan
acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan
kelulusan peserta didik.
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan pendidik dalam melaksanakan penilaian antara lain:
1. Memahami penilaian dan kegiatan
belajar mengajar secara terpadu.
2. Merancang penilaian bersamaan
dengan penyusunan silabus dan RPP.
3. Mengembangkan strategi yang
mendorong dan memperkuat penilaian.
4. Melakukan berbagai strategi
penilaian di dalam program pengajaran untuk menyediakan berbagai jenis
informasi tentang hasil belajar peserta didik.
5. Mempertimbangkan berbagai
kebutuhan khusus peserta didik.
6. Mengembangkan dan menyediakan
sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta
didik.
7. Mendidik dan meningkatkan mutu
proses pembelajaran seefektif mungkin.
C. Fungsi
Penilaian Hasil Belajar
Fungsi penalaian
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penilaian
berfungsi selektif
Dengan mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk
mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu
sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:
a. Untuk memilih
siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
b. Untuk memilih
siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk memilih
siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa.
d. Untuk
memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
2. Penilaian
berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup
memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab musabab kelemahan itu.
Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan
diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya
sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara mengatasinya.
3. Penilaian berfungsi sebagai
penempatan
Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di Negara barat
adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara
mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar
yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya system ini adalah pengakuan yang besar
terhadap kemampuan individual.
4. Penilaian
berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.
5. Umpan balik
Hasil suatu pengukuran atau
skor tes tertentu dapat digunakan sebagai umpan balik,
baik bagi individu yang menempuh tes maupun bagi guru yang berusaha mentransfer
kemampuan kepada siswa.
6. Menumbuhkan
motivasi belajar dan mengajar
Bagi mereka yang memperoleh hasil penilaian yang
kurang baik seharusnya menjadi cambuk untuk lebih berhasil dalam kegiatan
penilaian yang akan datang dan secara tepat dapat
mengetahui kelemahannya. Sedangkan bagi yang memperoleh nilai hasil
baik tentu saja hasil itu dapat menjadi motivasi mempertahankan dan
meningkatkan hasilnya. Selain mendorong siswa untuk belajar lebih baik, dengan
adanya penilaian juga dapat mendorong guru untuk mengajar
lebih baik.
7. Pengembangan
ilmu
Ilmu seperti pengukuran pendidikan sangat tergantung
pada hasil-hasil tes, pengukuran dan penilaian yang dilakukan sebagai kegiatan
sehari-hari guru dan pendidik lainnya. Pengukuran dan penilaian akan diperoleh
pengetahuan empirik yang sangat berharga untuk pengetahuan ilmu dan
teori.
2.2. Pengertian Tes
Sebagai Alat Penilaian
Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno
“testum” artinya piring untuk menyisihkan
logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan,
kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok (http://www.fajar.co.id).
Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat
tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut
pendidikan atau spikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan Nasoetion,
1993). Dari pengertian tersebut, maka setiap tes menuntut keharusan adanya
respon dari subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai suatu
trait yang dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat dari
wujud fisik, tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau
tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan informasi mengenai
aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban tertentu terhadap
pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas
tersebut (Azwar, 1996).
Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari
siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau
dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Pada umumnya tes digunakan untuk
mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif yang
berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pengajaran (Sudjana, 1989).
Berdasarkan beberapa pengertian tes maka dapat
diambil beberapa kesimpulan mengenai tes yaitu sebagai berikut (Azwar, 1996).
a. Tes adalah
prosedur yang sistematik, maksudnya item-item dalam tes disusun menurut
cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi tes dan pemberian angka
terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan setiap
orang yang mengambil tes harus mendapat item-item yang sama dalam kondisi yang
sebanding.
b. Tes berisi
sampel prilaku, maksudnya seluruh item dalam tes tidak akan mencakup
seluruh materi isi yang mungkin ditanyakan sehingga harus dipilih beberapa item
yang akan ditanyakan, dan kelayakan suatu tes tergantung pada sejumlah
item-item dalam tes tersebut yang mewakili secara representatif kawasan prilaku
yang diukur.
c. Tes mengukur
prilaku, item-item dalam tes hendaknya menunjukan apa yang
diketahui atau apa yang dipelajari subjek dengan cara menjawab
pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas di dalam tes tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan
bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan,
dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau sekelompok
orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat
memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur.
Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan
dan bakat seseorang atau sekelompok orang.
Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif
sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan
psikis atau tingkah laku individu. Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan
akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang
hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat
membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau
alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian
tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga
menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi
atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan
intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi
yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan
kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.
2.3 Dasar-dasar Penyusunan Tes Hasil Belajar
Dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah
sebagai berikut:
a. Tes
hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam
proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum di
dalam kurikulum yang berlaku.
b. Tes
hasil belajar disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili bahan yang
telah dipelajari.
c. Pertanyaan
tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang
diharapkan.
d. Tes
hasil belajar hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu
sendiri, karena tes dapat disusun untuk keperluan pre tes dan post tes, masteri
tes, tes diagnostik, tes prestasi, tes formatif, dan sumatif.
e. Tes
hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah
mengacu pada kelompok (norm reference, standar relatif) ataukah mengacu pada
patokan tertentu (creterion reference, standar mutlak).
f. Tes
hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar.
2.4 Penggolongan
Tes Hasil Belajar
Sebagai
alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan,
tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu
dilakukan.
a.
Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur
perkembangan/kemajuan belajar peserta didik. Ditinjau dari segi fungsi yang
dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur perkembangan peserta didik, tes dapat
dibedakan menjadi enam golongan:
1)
Tes seleksi. Sering dikenal dengan istilah “ujian saringan”. Tes ini
dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, hasil digunakan untuk
memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon
yang mengikuti tes.
2) Tes awal. Dikenal dengan istilah pre-test.
Tes ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi atau
bahan pelajaran yang diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik
3)
Tes akhir. Sering disebut dengan
post-test. Dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi
pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik.
4)
Tes diagnostik. Adalah tes yang
dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh
peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu.
5)
Tes formatif (ulangan harian). Tes hasil belajar yang bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik telah terbentuk setelah mereka mengikuti
proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
6)
Tes sumatif (ulangan umum/akhir). Tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah
sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan.
b. Penggolongan
tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap. Dilihat dari segi aspek kejiwaan yang ingin
diungkap, tes setidaktidaknya dapat dibedakan menjadi lima golongan:
1) Tes intelegensi. Yakni tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan
seseorang.
2) Tes kemampuan. Yakni tes yang dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar yang dimiliki oleh teste.
3)
Tes sikap, yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap
kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia
sekitarnya.
4)
Tes kepribadian. Yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri khas
dari seseorang, seperti gaya bicara, cara berpakaian, dan lain-lain.
5)
Tes hasil belajar. Sering dikenal dengan istilah tes pencapaian. Yakni tes yang
biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.
c.
Penggolongan Lain-lain
1)
Dilihat dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu:
a)
Tes individual, yakni tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu orang
testee saja
b)
Tes kelompok, yakni tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang
testee
2)
Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes,
tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a)
Power test, yakni tes dimana waktu yang
disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi.
b)
Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan testee untuk menyelesaikan
tes tersebut dibatasi.
3)
Dilihat dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi tiga golongan,
yaitu:
a)
Verbal test, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang
dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun
tertulis.
b)
Nonverbal test, yakni tes yang mneghendaki respon (jawaban) dari testee bukan
berupa ungkapan kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku,
jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau
gerakan tertentu.
4)
Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya,
tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
a)
Tes tertulis, yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir pertanyaan
dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara
tertulis.
b)
Tes lisan, yakni tes dimana tester di dalam mengajukan pertanyaan dilakukan
secara lisan dan testee memberikan jawaban secara lisan pula.
2. 5 Ciri-ciri Tes yang Baik
Untuk mendapatkan suatu tes yang dapat
dikatakan sistematis dan obyektif maka dalam menyusun tes itu harus didasarkan
pada pedomanpedoman, kriteria-kriteria, dan norma-norma tertentu. Sebuah tes
yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus memenuhi persyaratan
tes, yaitu memiliki:
a.
Validitas
Jika data
yang dihasilkan dari sebuah instrument valid, maka dapat dikatakan bahwa
instrument tersebut valid, karena dapat memberikan gambaran tentang data secara
benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya. Dapat disimpulkan
bahwa jika data yang dihasilkan oleh instrument benar dan valid, sesuai
kenyataan, maka instrument yang digunakan tersebut juga valid. Sebuah tes disebut
valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
b.
Reliabilitas
Dapat
dipercaya. Tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap
apabila dicoba berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil
tes tersebut menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, jika kepada para siswa
diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap
berada dalam urutan (rangking) yang sama dalam kelompoknya.
c.
Objektivitas
Objektivitas
berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan
memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor
subjektif yang mempengaruhi.
d.
Praktikabilitas
Sebuah
tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis (mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi
dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan oleh orang lain)
e.
Ekonomis
Yang
dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif
sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan
psikis atau tingkah laku individu. Dengan demikian berarti sudah dapat
dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang
obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus
dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara
atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa
sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut.
Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan
intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi
yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan
kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, Ngalim,
2002, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sudjana, Nana, 2010,
Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suharsimi, Arikunto,
2011, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Widoyoko, Eko Putro,
2010, Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://ohmakalah.blogspot.com/2015/11/penilaian-hasil-belajar.html?m=1
http://sitizujamilah.blogspot.com/2014/07/konsep-dasar-penilaian-hasil-belajar.html?m=1
http://www.umpwr.ac.id/web/download/publikasi-ilmiah
https://www.academia.edu/11103155/Langkah-Langkah_Pelaksanaan-Penilaian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar