Sabtu, 12 Desember 2020

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN IPS “RELIABILITAS”

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    LATAR BELAKANG

Salah satu aspek positif kemajuan dari dunia penelitian yang ada di Indonesia, adalah muncul banyaknya para peneliti-peneliti muda yang kini lebih kritis lagi dalam meneliti objek-objek yang ada. Di Indonesia, banyak sekali para peneliti ataupun bukan peneliti yang banyak melakukan sebuah riset guna memenuhi tugas ataupun sebagai pembuktian dari sebuah kejadian. Yang dimana setiap penelitian tersebut biasanya memerlukan sebuah pengujian agar nantinya mampu menjadi sebuah hasil ilmiah yang benar-benar valid dan bersifat riel tanpa adanya kebohongan ataupun ketidaknyataan yang mengesankan data yang diperoleh bersifat dibuat-buat. Agar kajian kita bisa bersifat riel maka kita sebagai seorang peneliti harus menguji terlebih dahulu hasil penelitian kita yang disebut dengan uji reabilitas.

Kebanyakan dari kita mengira bahwa jika kita mempunyai kesimpulan dari hasil penelitian kita terhadap kejadian-kejadian yang terbatas, maka kesimpulan itu berlaku dengan sempurna untuk seluruh kejadian yang sejenis. Perkiraan semacam itu belum tentu benar, untuk menghindari hal-hal yang semacam itu maka kita harus melakukan reliabilitas, yang berguna untuk menunjukkaan kevalidan data dari hasil sebuah penelitian yang kita lakukan.

Reliabilitas mampu menunjukkan  tingkat kepercayaan terhadap skor atau tingkat kecocokan skor dengan skor sesungguhnya. Reliabilitas ini bisa dicapai melalui tingkat kecocokan di antara skor pada lebih dari sekali pengukuran. Jika makin cocok dengan skor sesungguhnya maka makin tinggi tingkat reliabilitasnya. Kalaupun ada ketidakcocokan itu merupakan kekeliruan yang acak. Jadi kemungkinan munculnya kesalahan masih tetap ada, namun kemungkinan itu sangatlah kecit sekali dan tidak akan banyak berpengaruh terhadap hasil akhir dari sebuah pengujian.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dari reliabilitas?

2.      Apa tujuan dari reliabilitas?

3.      Bagaimaana Pelaksanaan tes untuk menentukan reliabilitas?

4.      Apa saja Jenis jenis reliabilitas ?

5.      Apa saja Faktor-faktor yang memengaruhi reliabel ?

6.      Bagaimana Cara-cara mencari besarnya reliabel ?

7.      Apa saja Macam-macam reliabilitas ?

8.      Apa saja Ancaman terhadap reliabilitas ?

 

C.    TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, diharapkan para pembaca mampu memahami tentang:

1.      Pengertian dari reliabilitas

2.      Tujuan dari reliabilitas

3.      Pelaksanaan tes untuk menentukan reliabilitas

4.      Jenis jenis reliabilitas

5.      Faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas

6.      Cara-cara mencari besarnya reliable

7.      Macam-macam reliabilitas

8.      Ancaman terhadap reliabilitas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

1.             Pengertian Reliabilitas

Menurut Sugiono (2005) Pengertian Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda.

Menurut Sukadji (2000) reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Menurut Nursalam (2003) Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali – kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama – sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian reliabilitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa reliabilitas adalah suatu keajegan suatu tes untuk mengukur atau mengamati sesuatu yang menjadi objek ukur. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jka tes tersebut dapat memberikan hsil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relative sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliable.

 

2.             Tujuan Reliabilitas

Tujuan dari uji reliabilitas ini adalah untuk menunjukkan konsistensi skor-skor yang diberikan skorer satu dengan skorer lainnya.

Tujuan adanya realibilitas adalah mengkonsep satu variabel dengan jelas. Setiap pengukuran harus merujuk pada satu dan hanya satu konsep/variabel. Sebuah variabel harus spesifik agar dapat menguragi intervensi informasi dari variabel lain. Menggunakan level pengukuran yang tepat. Semakin tinggi atau semakin tepat level pengukuran, maka variabel yang dibuat akan semakin reliabel karena informasi yang dimiliki semakin mendetail.

Prinsip dasarnya adalah mencoba melakukan pengukuran pada level paling tepat yang mungkin diperoleh. Gunakan lebih dari satu indikator. Dengan adanya lebih dari satu indicator yang spesifik, peneliti dapat melakukan pengukuran dari range yang lebih luas terhadapkonten definisi konseptual. Gunakan tes pilot, yakni dengan membuat satu atau lebih draftatau dalam sebuah pengukuran sebelum menuju ke tahap hipotesis (pretest). Dalam penggunaan pilot studies, prinsipnya adalah mereplikasi pengukuran yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dari literature-literatur yag berkaitan.

Selanjutnya, pengukuran terdahulu dapat dipergunakan sebagai patokan dari pengukuran yang dilakukan peneliti saat ini. Kualitas pengukuran dapat ditingkatkan dengan berbagai cara sejauh definisi dan pemahaman yang digunakan oleh peneliti kemudian tetap sama.

Pada konstruksi alat ukur, perhitungan reliabilitas berguna untuk melakukan perbaikan pada alat ukur yang dikonstruksi. Dimana perbaikan alat ukur dilakukan melalui analisis butir untuk mengetahui butir mana yang perlu diperbaiki. Namun pada pengukuran sesungguhnya, perhitungan reliabilitas dilakukan untuk memberi informasi tentang kualitas sekor hasil ukur kepada mereka yang memerlukannya. Tentunya perolehan tersebut bisa di jadikan acuan bagi peneliti untuk menghasilkan penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan di kemudian hari.

Sehingga, jika realibilitas baik, akan menunjukkan kalahan varian yang minim. Jika tes mempunyai reabilitas tinggi maka pengaruh kesalahan pengukuran telah terkurangi.

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

1.             Pelaksanaan Tes Untuk Menentukan Reliabilitas

Untuk mengestimasi reliabilitas suatu alat penilaian (tes dan non tes) ada tiga cara yang paling banyak dipergunakan, yaitu tes tunggal (single test), tes ulang (test re-test), dan tes ekuivalen (alternate test).

a.             Tes Tunggal (single Test)

Tes tunggal adalah tes yang terdiri dari satu perangkat (satu set) yang diberikan terhadap sekelompok subyek dalam satu kali pelaksanaan. Dengan demikian hasil tes ini hanya terdapat satu kelompok data berupa skor hasil tes. Ada bermacam – macam teknik yang bisa digunakan untuk menentukan reliabilitas jenis tes tunggal ini.

b.             Tes Ulang (test re-test)

Tes ulang adalah tes yang terdiri dari seperangkat tes yang diberikan kepada sekelompok subyek dua kali. Reliabilitasnya dihitung dengan cara mengkorelasikan hasil tes pertama dengan tes kedua. (Metode tes ulang adalah penggunaan tes yang sama dua kali pada sejumlah peserta tes yang sama).

Metode tes ulang dilakukan orang untuk menghindari penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki satu seri tes tetapi dicobakan dua kali. Oleh karena tesnya hanya satu dan dicobakan dua kali, maka metode ini dapat disebut dengan single-test-double-trial method. Kemudian hasil dari kedua tes tersebut dihitung korelasinya.     

c.              Tes Ekuivalen (alternate test)

Tes ekuivalen adalah tes yang terdiri dari dua perangkat dimana soal – soal pada perangkat pertama ekuivalen dengan soal – soal pada perangkat kedua. Pengertian ekuivalen disini adalah soal – soal yang memuat konsep yang sama, tetapi soal tersebut tidak persis sama. Selain memuat konsep yang sama, tingkat kesukarannya pun harus sama. Misalkan untuk soal pemfaktoran suku tiga bentuk  ekuivalen dengan bentuk  , tetapi tidak ekuivalen dengan bentuk  sebab meskipun konsep suku tiga dan pemfaktoranya sama tetapi tingkat kesukarannya berbeda. Untuk menentukan reliabilitasnya dihitung dengan cara mengkorelasikan hasil tes untuk soal perangkat pertama dengan hasil tes dari perangkat kedua.

 

 

2.             Jenis – Jenis Reliabilitas

Walizer (1987) menyebutkan bahwa ada dua cara umum untuk mengukur reliabilitas, yaitu :

a.             Reliabilitas Stabilitas.

Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk setiap orang atau setiap unit yang diukur setiap saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang sama, definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur skornya haruslah sama atau hampir sama.

b.             Reliabilitas Terwakili

Mengacu pada keterandalan masing-masing grup. Menguji apakah penyampaian indikator sama jawabannya saat diterapkan ke kelompok yang berbeda-beda.

c.              Reliabilitas Seimbang (equivqlence reliability)

Menyangkut usaha memperoleh nilai relatif yang sama dengan jenis ukuran yang berbeda pada waktu yang sama. Definisi konseptual yang dipakai sama tetapi dengan satu atau lebih indicator yang berbeda, batasan-batasan operasional, peralatan pengumpulan data, dan / atau pengamat-pengamat.
Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu yang sama bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut teknik belah-tengah.

 

3.             Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas

Adapun faktor yang memengaruhi reliabilitasi diantaranya yaitu sebagai berikut:

a.             Jumlah butir soal

Banyaknya soal pada suatu instrumen ikut mempengaruhi derajat reliabilitasnya. Semakin banyaknya soal-soal maka tes yang bersangkutan cenderung semakin menjadi reliabel.

b.             Homogenitas Soal Tes

Soal yang memiliki homogenitas tinggi cenderung mengarah pada tingginya tingkat realibilitas. Dua buah tes yang sama jumlah butir-butirnya akan tetapi berbeda isinya, misalnya yang satu mengukur tentang pengetahuan kebahasaan dan yang satunya tentang kemampuan fisika akan menghasilkan tingkat reliabilitas yang berbeda. Tes fisikan cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada tes kebahasaan karena dari segi isi kemampuan menyelesaikan soal fisika lebih homogen  daripada pengetahuan kebahasaan.

c.              Waktu Yang diperlukan Untuk Menyelesaikan Tes

Semakin terbatasnya waktu dalam pengerjaan tes maka akan mendorong  tes untuk memiliki reliabilitas yang tinggi.

d.             Keseragaman Kondisi Pada Saat Tes Diberikan

Kondisi pelaksanaan tes yang semakin seraga akan memunculkan reliabilitas yang makin tinggi

e.              Kecocokan Tingkat Kesukaran Terhadap Peserta Tes

Bahwa soal-soal dengan tingkat kesukaran sedang cenderung lebih reliabel dibandingkan dengan soal-soal yang sangat sukar atau sangat mudah

 

f.               Heterogenitas Kelompok

Semakin heterogen suatu kelompok dalam pengerjaan suatu tes maka tes tersebut cenderung untuk menunjukkan tingkat reliabilitas yang tinggi

g.             Motivasi Individu

Motivasi masing-masing individu dalam  mengerjakan suatu instrumen akan mampu mempengaruhi realibilitas. Perbedaan motiviasi antar  individu dalam kelompok akan menimbulkan kesalahan acak pada pengukurannya karena individu yang tidak memiliki motivasi tidak akan mengerjakan instrumen tersebut dengan sungguh-sungguh sehingga jawaban yang diberikan tidak akan mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.

h.             Variabilitas Skor

Instrumen yang menghasilkan rentangan skor yang lebh luas  atau lebih tinggi variabilitasnya, akan memiliki tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada menghasilkan rentangan skor yang lebih sempit , seperti bentuk pilihan ganda cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk benar – salah

 

4.             Cara – cara Mencari Besarnya Reliabilitas

a.             Pendekatan Tes Tunggal

Analisis data untuk pendekatan tes tunggal bisa dibagi ke dalam 2 (dua) macam teknik, yaitu Teknik Belah Dua (Spilt-Half Technique) danTeknik Non Belah Dua (Non Spilt-Half Techique).

b.             Teknik Non Belah Dua

Pakar yang mengemukakan teknik non belah dua adalah Kuder dan Richardson. Mereka berpendapat bahwa teknik belah dua kurang baik dalam mencari koefisien reliabilitas, sebab bisa dilakukan dengan cara yang berbeda sehingga menghasilkan yang berbeda pula. Disamping itu dalam pelaksanaannya, teknik belah dua sulit sekali memperoleh dua belahan yang setara satu sama lain.

Untuk menghindari hal tersebut, Kuder dan Richardson mengemukkan cara untuk menghitung koefisien reliabilitas tanpa membelah tes menjadi dua bagian, tetapi membagi tes menurut banyak nya butir soal yang disajikan, yaitu dengan menganalisis masing – masing butir soal tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas tes tanpa membelah tes menjadi bagian adalah rumus KR-20 dan KR-21.

Rumus KR-20

Reliabilitas

reabilitas

Sebagai contoh kita gunakan hasil tes matematika yang terdiri dari 15 butir soal yang diikuti 10 subyek siswa seperti yang digunakan sebelumnya. Tabel di bawah ini adalah tabel persiapan untuk menghitung koefisien reliabilitas dengan KR-20.

 

 

5.             Macam-macam Reliabilitas

Ada beberapa tipe reliabilitas tes sering digunakan dalam kegiatan evaluasi dan masing-masing realibilitas mempunyai konsistensi yang berbeda-beda. Adapun macam-macam reliabilitas tes evaluasi adalah :

a.         Reliabilitas ulang uji

Teknik ulang uji (Burhan Nurgiyantoro, 2012: 167) adalah teknik memerkirakan tingkat reliabilitas tes dengan melakukan kegiatan pengukuran dua kali terhadap tes yang sama kepada peserta didik yang sama pula. Hasil tes pertama dan kedua kemudian dikorelasikan. Jika koefisien korelasi (r) yang diperoleh cukup tinggi, hasil pengukuran tes yang diujicobakan itu dinyatakan reabilitasnya tinggi.

 

b.         Reliabilitas rumus Kuder-Richardson 20 dan 21

Pengujian reliabilitas tes dengan memergunakan rumus kuder-richardson 20 dan 21(Penilaian pembelajaran bahasa Indonesia berbasisi kometensi, 2012:169) dilakukan dengan membandingkan skor butir-butir tes. Jika butir-butir tes itu menunjukkan tingginya tingkat kesesuaian (degree of agreement), kita dapat menyimpulkan bahwa hasil pengukuran tes itu konsisten

 

c.         Reliabilitas Alpha Cronbach

Reliabilitas Alpha Cronbach,  (Burhan Nurgiyantoro, 2012:171) diterapkan pada tes yang mempunyai nilai skor berskala dan dikhotomis sekaligus. Artinya, prosedur uji reliabilitas ini diterpakan pada hasil pengukuran yang berjenjang, misalnya: 1-4, 1-5, 1-6, atau yang lain bergantung maksud penyusunannya. Namun, jika dikehendaki, prosedur reliabilitas ini pun dapat diterapkan pada hasil pengukuran tes yang bersifat dikhotomis sebagimana halnya rumus reliabilitas K-R di atas, karena pada dasarnya keduanya sama, yaitu merupakan koevisisen reliabilitas komposit untuk semua butir tes.

 

d.         Reliabilitas Bentuk Paralel

Teknik butir pararel (Burhan Nurgiyantoro, 2012:172) dilakukan terhadap adanya dua perangkat tes yang bersifat pararel. Kedua perangkat tes itu dimaksudkan untuk mengukur tujuan atau kompetensi yang sama, dengan jumlah butir, susunan dan tingkat kesulitan yang kurang lebih sama. Jadi, dua perangkat tes yang dibuat berdasarkan spesifikasi yang sama. Untuk menguji reliabilitas hasil pengukuran tes, kedua perangkat tes tersebut diujicobakan kepada sejumlah subjek yang sma, kemudian hasilnya dikorelasikan. Tinggi rendahnya koefisien korelasi akan mencerminkan reliabilitas hasil pengukuran kedua peangkat tes itu.

 

e.         Reliabilitas dengan tes-retes

Reliabilitas tes-retes tidak lain adalah derajat yang menunjukkan konsistensi hasil sebuah tes dari waktu kewaktu. Tes-rtes menunjukkan variasi skor yang diperoleh dari penyelenggaraan satu tes evaluasi yang dilakukan dua kali atau lebih, sebagai akibat dari kesalahan pengukuran. Dengan kata lain, kita tertarik dalam mencari kejelasan bahwa skor siswa mencapai suatu tes pada waku tertentu adalah sam ahasilnya, ketika siswa tersebut dites lagai dengan tes yang sama. Dengan melakukan tes-retes tersebut, seorang guru akan mengetahui seberapa jauh konsistensi suatu tes mengukur apa yang ingin diukur.

Reliabilitas tes-retes ini penting, khususnya ketika digunakan untuk menentukan prediktor misalnya tes kemampuan. Tes kemampuan tidak akan bermanfaat, jika ternyata menunjukkan hasil yang selalu berubah-ubah secara signifikan saat diberikan kepada responden. Penentuan pemakaian reliabilitas tes retes, juga tepat ketika bentuk tes alternatif lainnya tidak ada, dan ketika tampak bahwa orang yang mengambil tes kedua kalinya tidak ingat atas jawabannya, jika item-item yang ada banyk mengandung sejarah, dibandingkan bentuk jawaban item ilmu pengetahuan aljabar misalnya.

 

Reliabilitas tes-retas dapat dilakukan dengan cara seperti berikut

1)             Selenggarakan tes pada suatu kelompok yang tepat sesuai dengan rencana.

2)             Setelah selang waktu tertentu, misalnya 1 minggu atau 2 minggu, lakukan kembali tes yang sama denga kelompok yang sama tersebut.

3)             Kolerasikan hasil kedua tes tersebut Jika hasil koefisien kolerasi menunjukkan tinggi, berarti reliabilitas tes adalah bagus. Sebaliknya, jika kolerasi rendah, berarti tes tersebut mempunyai konsistensi rendah.

Tes-retes juga mempunyai beberapa permasalahan. Diantaranya adalaha faktor waktu jeda atau tenggang yang diambil, ketika dilakukan tes pertama dan tes kedua. Jika interval waktu terlalu pendek, mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengingat jawaban dalam tes sehingga tes yang kedua dapat dipastikan lebih baik, karena faktor retensi atau sisa-sisa hafalan yang terjadi pada subjek pelaku. Jika interval waktu terlalu panjang, kemampuan para pelaku yang mengikuti tes mungkin bertambah karena dua kemungkinan, yaitu faktor maturasi atau kedewasaan dan faktor intervensi dari faktor belajar dari para subjek. Faktor-faktor tersebut menjadikan konsistensi tes cenderung artifisial dan rendah. Mengenai interval waktu yang baik antara tes pertama dan tes kedua diberikan kepada subjek pelaku pilot studi, Gay (1983:118) memberikan reverensi bahwa satu hari terlalu pendek, sebaliknya satu bulan terlalu panjang. Oleh karena itu, selisi waktu pemberian tes melalui tes retes diantara 1 atau 2 minggu.

 

f.          Reliabilitas bentuk ekivalensi

Sesuai dengan namanya yaitu ekivalen, maka tes evaluasi yang hendak diukur reliabilitasnya dibuat identik dengan tes acuan. Setiap tampilannya, seetiap substansi item yang ada, dapat berbeda. Kedua tes tersebut sebaiknya mempunyai karakteristik sama. Karakteristik yang dimaksud misalnya mengukur variabel yang sama, mempunyai jumlah item sama, struktur sama, mempunyai tingkat kesulitan dan mempunyia petunjuk, cara penskoran, dan interpretasi yang sama.          

Dari kedua kondisi yang direncanakan secara ekivalen diatas, idealnya jika suatu kelompok mengambil dua tes tersubut maka rerata skor maupun variabilitas skor yang dicapai dari kedua tes yang diambil mestinya sama. Jika dikehendaki sebenarnya, kita dapat memilih, mengambil sampel, dan item yang berbeda dari ranah tingkah laku sama. Yang perlu diperhatikan mestinya adalah dalam hal apakah pemberian skor tergantung item pilihan atau pada penampilan atas item-item yang dapat digeneralisasi pada lainnya. Jika item terpilih baik dan setiap setnya menggambarkan ranah yang setaraf, maka penggambaran tersebut mestinya benar.          

Reliabilitas ekivalen, pada umumnya juga menggambarkan bentuk konsistensi alternatif, yang dapat menunjukkan variasi skor yang terjadi dari bentuk tes lainnya. Akan tetaoi, yang juga yang perlu diingat ialah bahwa pengambilan tes reliabilitas ekivalen ini akan dapat mencapai hasil yang tepat, jika pengambilan tes hafal terhadap jawaban tes yang dibuat dalam sei pertama, sehingga mereka dapat menjawab kembali tes yang kedua. Ketika dua bentuk alternatif tes tersedia, yang perlu diketahui dari kedua tes adalah berapa reliabilitas ekivalensi. Hal ini perlu diyakinan kembali, agar terjadi bahwa skor seseorang tidak akan dipengaruhin oleh cara mengadministrasi tes tersebut.

Implikasi dari analisis diatasialah, bahwa seringkali terjadi sebuah tes evaluasi diberikan lebih dari satu kali pada grup yang sama. Pertama tes diberikan pada grup sebagai pretes dan selang waktu tertentu diberikan untuk yang kedua kalinya sebagai postes. Hal lain yang juga perlu diketahui adalah bahwa ada kemungkinan pengaruh kegiatan intervening, ketika mengukur suatu hal yang esensinya sma dengan menggunakan tes sama.          

Mengenai peryataan bagaimana proses melakukan tes reabilitas secara ekivalen? berikut ini akan ditunjukkan beberapa langkah yang perlu diambil oleh soerang mahasiswa peneliti. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut

1)        Tentukan subjek sasaran yang hendak dites.

2)        Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.

3)        Administrasi hasilnya secara baik.

4)        Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan yang kedua kelinya dalam kelompok tersebut.

5)        Kolerasikan kedua hasil set skor.          

Jika hasil koefisien ekivalen tinggi, berarti tes memiliki reliabilitas ekivalen baik. Sebaliknya, jika ternyata keofisien rendah maka reliabilitas ekivalen tes adalah rendah. Reliabilitas ekivalem merupakan salah satu bentuk yang dapat diterima dan umum dipakai penelitian terutama penelitian pendidikan. Yang perlu diketahui juga bagi para peneliti adalah bahwa tes ekivelen mempunyai kelemahan yaitu membuah dua buah tes yag secara esensial ekivalen addalah sulit. Akibatnya akan selalu terjadi kesalahan pengukuran.

 

g.         Reliabilitas dengan belah dua

Reliabilitas belah dua ini termaksud reliabilitas yang mengukur konsistensi internal. Yang dimaksud dengan konsistensi  internal ialah salah satu tipe reliabilitas yang didasarkan pada keajegan dalam tiap item tes evaluasi. Reliabilitas belah dua ini pelaksanaannya hanya memerlikan waktu satu kali. Ada beberapa kemungkinan dalam cara ini. Termaksud perbedaan kondisi tes yang terjadi, ketika menggunakan metode tes-retes dapat dihilangkan. Reliabilitas belah dua juga tepat digunakan, ketika tes evaluasi yang ada terlalu panjang.             

 

 

Cara melakukan reliabilitas belah dua pada dasarnya dapat dilakukan dengan urutan seperti berikut

1)        Lakukan pengetesan item-item yang telah dibuat pada subjek sasaran

2)        Bila tes yang ada menjadi dua dasar jumlah item yang paling umum dengan membagi item dengan nomor ganjil dan genap pada kelompok tersebut.

3)        Hitung skor subjekpada kedua belah kelompok penerimaitem genap dan item ganjil.

4)        Korelasikan kedua skor tersebut, menggunakan formula kolerasi yang relevan dengan teknik pengukuran.

Jika hasil kofisien kolerasi tinggi maka maka tes mempunyai perlu diingat bahwa dari analisis belah dua diatas, hasil kolerasi yang muncul baru separuh. Sebenarnya apa yang kita kerjakan adalah menciptakan secara artifisial dua macam kelompok ekivalen dan menghitung bentuk reliabilitas ekivalensi yang direncanakan terjadi dalam waktu yang sama. Oleh karena itu, analisis diatas dapat dikatakan sebagai reliabilitas atau konsistensi internal. Dikarenakan reliabilitas yang digambarkan baru sebagian dari  tes sebenarnya, Maka formula koreksi perludigunakan untuk meningkatkan ketetapanperhitungan tingkat konsistensi. Formula koreksi yang digunakan adalah kolerasi Sperman-Brown.

 

6.             Ancaman Terhadap Reliabilitas

Semua jenis instrumen tes atau nontes tidak terlepas kesalahan. Hal ini berlaku untuk instrumen tes dalam ilmu-ilmu eksakta dan dalam ilmu-ilmu psikologi dan pendidikan. Misalnya, dalam mengukur panjang dengan suatu penggaris, mungkin ada kesalahan sistematis berhubungan dengan di mana titik nol dicetak pada penggaris dan kesalahan acak berhubungan dengan kemampuan mata dalam membaca tanda-tanda dan memperhitungkan tanda-tanda tersebut.

Juga memungkinkan bahwa panjang obyek dapat berubah dari waktu ke waktu dan pada lingkungan yang berbeda (misalnya perubahan temperatur). Salah satu tujuan penilaian adalah untuk mengurangi kesalahan tersebut hingga ke tingkatan yang sesuai dengan tujuan tes. Tes yang beresiko tinggi (high-stakes tes), seperti ujian untuk mendapatkan SIM, harus mempunyai kesalahan yang sangat kecil. Tes di kelas dapat mentolerir kesalahan yang lebih tinggi secara wajar kesalahan tersebut mudah dikoreksi sepanjang proses pengujian. Reliabilitas hanya mengacu pada derajat tingkat kesalahan yang tidak sistematis, yang disebut kesalahan acak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

KESIMPULAN

 

Reliabilitas merupakan suatu tes untuk mengukur atau mengamati sesuatu yang menjadi objek ukur. Reliabilitas ini bertujuan untuk menunjukkan konsistensi skor-skor yang diberikan skorer satu dengan yang lainnya. Terdapat 3 cara yang digunakan untuk mengukur reliabilitas yaitu tes tunggal, tes ulang, dan tes ekuivalen. Terdapat pula jenis-jenis reliabilitas tes yaitu reliabilitas stabilitas, reliabilitas terwakili dan reliabilitas seimbang. Kemudian terdapat faktor-faktor yang memengaruhi reliabilitas diantaranya yaitu jumlah butir soal, homogenitas soal tes, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes, keseragaman kondisi pada saat tes diberikan, kecocokan tingkat kesukaran terhadap peserta tes, heterogenitas kelompok, motivasi individu, dan reliabilitas skor. Selanjutnya cara untuk mencari besarnya reliabilitas yaitu dengan pendekatan tes tunggal dan teknik nontes belah dua. Macam-macam reliabilitas yaitu Reliabilitas ulang uji, Reliabilitas rumus Kuder-Richardson 20 dan 21, Reliabilitas Alpha Cronbach, Reliabilitas Bentuk Paralel, Reliabilitas dengan tes-retes, Reliabilitas bentuk ekivalensi, dan Reliabilitas dengan belah dua.

Dengan adanya uji reliabilitas ini maka penilaian yang dihasilkan akan memiliki sebuah mutu yang berkualitas. Karena penilaian  yang sudah melalui uji reliabilitas sudah dianggap bagus dan memenuhi standart.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Sumber : https://www.dosenpendidikan.co.id/reliabilitas/

MAKALAH METODE SEJARAH “INTERPRETASI SEJARAH”

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam  metode penulisan suatu sejarah setelah langkah  verifikasi atau kritik sumber dalam metode penulisan sejarah yaitu Interpretasi atau penafsiran fakta sejarah.  Interpretasi yaitu proses menafsirkan fakta sejarah yang telah ditemukan melalui proses kritik sumber sehingga akan terkumpul bagian-bagian yang akan menjadi fakta serumpun. Pada tahap interpretasi atau penafsiran ini penulis melakukan penafsiran terhadap sumber-sumber yang sudah mengalami kritik ekstern dari data-data yang diperoleh guna menyambungkan fakta-fakta yang masih berserakan. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subjektifitas. Sebagian itu benar, tetapi sebagian itu salah. Benar karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak dapat berbicara. Sejarawan yang jujur akan mencantumkan data dan keterangan darimana itu diperoleh. Itulah sebabnya, subjektifitas penulis sejarah diakui, tetapi untuk dihindari. Menurut pembagiannya, interpretasi ada dua macam, yaitu analisis yang berarti menguraikan, dan sintesis yang berarti menyatukan

Setelah diperoleh fakta-fakta sejarah dari hasil kritik yang telah dilakukan sebelumnya, penulis melakukan penyusunan fakta-fakta disesuaikan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas. Fakta yang telah disusun kemudian ditafsirkan. Satu fakta dihubungkan dengan fakta yang lain, sehingga dapat ditarik menjadi suatu rekonstruksi imajinatif yang memuat penjelasan terhadap pokok-pokok masalah penelitian.

Dalam tahap ini peneliti melakukan penafsiran akan makna atas fakta-fakta yang ada serta hubungan antara berbagai fakta yang harus dilandasi oleh sikap objektif. Kalaupun membutuhkan sikap subjektif, haruslah subjektif rasional. Rekonstruksi peristiwa sejarah disampaikan secara deskriptif dan harus menghasilkan sejarah yang benar atau mendekati kebenaran. Ada dua cara melakukan interpretasi, yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan).

Pada metode interpretasi ini, peneliti dituntut untuk berimajinasi yang terbatas. Batasan di sini adalah fakta-fakta sejarah yang ada tidak boleh menyimpang. Selain itu peneliti harus sangat berhati-hati karena di sini sangat rentan bagi peneliti untuk memasukkan sisi subjektifnya.

B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1.      Apa pengertian interpretasi?

2.      Apa tujuan interpretasi dalam sejarah?

3.      Apa saja teori-teori interpretasi sejarah

C.    Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Untuk menjelaskan pengertian interpretasi dalam sejarah.

2.      Untuk menjelaskan tujuan dari interpretasi dalam sejarah.

3.      Untuk mengetahui teori-teori interpretasi sejarah.

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Interpretasi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu. Interpretasi dalam ilmu sejarah bisa disamakan dengan penafsiran yaitu suatu metode penelitian sejarah yang berupa penggambaran informasi, baik dari lisan, tulisan, gambar, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Penggambaran dapat muncul sewaktu penafsir melakukan penelitian terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan pengetahuan yang lebih luas, baik secara sadar ataupun tidak.

Secara harfiah, interpretasi berarti pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis terhadap sesuatu. Kata yang dapat menjadi padanan untuk interpretasi yaitu penafsiran. Jika dilihat dari definisi diatas, suatu objek yang telah jelas maknanya, maka objek tersebut tidak mengundang interpretasi. Istilah interpretasi sendiri dapat merujuk proses penafsiran yang sedang berlangsung atau hasil dari proses penafsiran.

Dalam proses penulisan sejarah, juga dikenal istilah interpretasi. Interpretasi merupakan bagian dari metode penelitian sejarah. Metode ialah suatu cara untuk berbuat sesuatu, suatu prosedur untuk mengerjakan sesuatu. Dapat juga diartikan keteraturan dalam berbuat, atau suatu sistem yang teratur. Jadi metode ada hubungannya dengan suatu prosedur, proses atau teknis yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk mendapatkan objek (bahan-bahan) yang diteliti.

Metode penelitian sejarah adalah metode atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekonstruksi peristiwa sejarah (history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah (history as written). Dalam ruang lingkup Ilmu Sejarah, metode penelitian itu disebut metode sejarah.

 

Metode sejarah digunakan sebagai metode penelitian, pada prinsipnya bertujuan untuk menjawab pertanyaan (5 W dan 1 H) yang merupakan elemen dasar penulisan sejarah, yaitu what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa), dah how (bagaimana). Pertanyaan-pertanyaan itu konkretnya adalah: Apa (peristiwa apa) yang terjadi? Kapan terjadinya? Di mana terjadinya? Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu? Mengapa peristiwa itu terjadi? Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu?

Pada proses penulisan sejarah sebagai kisah, pertanyaan-pertanyaan dasar itu dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang perlu diungkap dan dibahas. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus menjadi sasaran penelitian sejarah, karena penulisan sejarah dituntut untuk menghasilkan eksplanasi (kejelasan) mengenai signifikansi (arti penting) dan makna peristiwa.

Dalam metode sejarah ada beberapa tahapan kegiatan yaitu heutistik, kritik, dan historiografi. Tahap kegiatan yang terakhir disebut adalah kegiatan penulisan sejarah (penulisan hasil penelitian sejarah), bukan kegiatan penelitian sejarah. Dalam tahap terakhir ini juga terjadi proses interpretasi, eksplanasi, dan penyajian.

Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang diperlukan. Berhasil-tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan teknis penelusuran sumber. Pada tahapan ini, peneliti sejarah mengumpulkan semua sumber yang mungkin menjadi sumber dalam penulisan sejarah. Sumber tersebut tidak hanya berupa sumber tertulis namun juga dapat berupa sumber benda atau bahkan sumber lisan.

Tahap kedua dalam metode sejarah yaitu kritik. Kritik merupakan kegiatan penyeleksian data agar diperoleh fakta yang akurat dengan penelitian yang akan dilakukan sejarawan.  Kritik terbagi dua yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal menilai kesesuaian sumber dengan penelitian yang akan dilakukan serta keaslian sumber. Sedangkan kritik internal menilai kredibilitas (dapat dipercaya) suatu sumber.

Sesudah menyelesaikan langkah pertama dan kedua berupa heuristik dan kritik sumber, sejarawan memasuki langkah selanjutnya yaitu penulisan sejarah (historiografi). Tahap-tahap penulisan mencakup interpretasi sejarah, eksplanasi sejarah sampai kepada presentasi atau pemaparan sejarah.

Dalam penulisan sejarah, digunakan secara bersamaan tiga bentuk teknik dasar tulis menuli yaitu deskripsi, narasi dan analisis. Ketika sejarawan menulis ada dua dorongan utama yang menggerakkannya yakni mencipta ulang (re create) dan menafsirkan (interpret). Dorongan pertama menuntut deskripsi dan narasi, sedangkan dorongan kedua menuntut analisis. Sejarawan yang berorientasi pada sumber-sumber sejarah saja akan menggunakan porsi deskripsi dan narasi yang lebih banyak. Sedangkan sejarawan yang berorientasi pada problem atau masalah, selain menggunakan deskripsi dan narasi, akan lebih mengutamakan analisis. Akan tetapi apapun cara yang dipergunakan, semuanya akan bermuara pada sintesis.

Sehubungan dengan teknik deskripsi, narasi dan analisis diatas, sebenarnya sebagian besar para sejarawan dalam karya-karya mereka itu “bercerita”. Akan tetapi sejarah yang diceritakan para sejarawan itu, menurut ahli filsafat Athur C. Danto adalah “cerita-cerita yang sebenarnya”. Mereka berusaha sebaik-baiknya untuk menceritakan cerita-cerita sebenarnya menurut topik-topik atau masalah-masalah yang mereka pilih. Hanya saja teknik deskripsi-narasi ini seringkali dikaitkan dengan bentuk atau model sejarah lama (old history), sedangkan teknik analisis dikaitkan dengan bentuk atau model sejarah baru (new history).

Dalam interpretasi atau penafsiran sumber sejarah, terdapat beberapa bentuk yaitu:

1.      Determinisme rasial

Penafsiran sejarah berdasarkan pada faktor-faktor sifat fisik pada diri manusia (etnologis, keturunan, ras). Sejarawan beranggapan bahwa faktor sifat fisik manusia merupakan faktor pengontrol dalam sejarah manusia, sehingga dalam nenafsirkan sejarah, mereka mengutamakan faktor sifat fisik tersebut.

2.      Penafsiran geografis

Kelompok sejarawan ini melihat dari dari segi fisik sebagai pembuat sejarah dan dengan demikian mengecilkan peranan manusia. Mereka mencari kunci sejarah dalam lingkungna fisik di luar manusia, seperti faktor-faktor geografis: iklim, tanah, distribusi flora dan fauna, sumber-suber alam, bentuk tanah, dianggap sebagai pengontrol sejarah. Sejarawan beranggapan bahwa faktor-faktor geografis  di lingkungan akan berpengaruh terhadap manusia yang tinggal di lingkungan itu. Maka sejarawan menafsirkan sejarah tidak lepas dari faktor geografis tersebut.

3.       Interpretasi ekonomi

Interpretasi ekonomi diilhami oleh cara produksi (made of  production) dalam kehidupan ekonomi suatu bangsa menentukan karakter umum sejarah bangsa itu seperti pola-pola politik, sosial, agama dan kebudayaan. meskipun diakui juga adanya faktor-faktor non ekonomi dalam politik, mora, sosial, dan intelektual, tetapi semua faktor non ekonomi ini adalah hasil atau diperintah eleh faktoe ekonomi. Segala ide, pandangan politik dan lembaga, teori-teori sosial dan nilai-nilai moral, ditentukan oleh kondisi-kondisi ekonomi masyarakat itu, dalam metode memenuhi kebutuhan hidup, dalam cara produksinya. Sejarawan dalam menafsirkan sejarah akan melihat pada faktor-faktor ekonomi.

4.       Penafsiran (teori) orang besar

Para sejarawan dari kelompok Romantis berpendapat bahwa yang menjadi faktor penyebab utama dalam perkembangan sejarah adalah tokoh-tokoh orang besar (great man theory). Sejarah bagi mereka adalah biografi kolektif. Yang dimsud dengan tokoh-tokoh besar misalnya para negarawan, kaisar, raja, panglima perang, jenderal, dann para nabi.

5.       Penafsiran spritual atau idealistic

Penafsiran ini erat kaitannya dengan peran jiwa (spirit, soul), ide (cita-cita) manusia dalam perkembangan sejarah. Sejarawan beranggapan bahwa ide merupakan penggerak sejarah.

 

6.       Penafsiran ilmu dan teknologi

Penafsiran ini mencoba melihat kemajuan manusia mempunyai hubungan langsung dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Ilmu pengetahuan dengan penafsiran teknologinya ini pada gilirannya menentukan kehidupan dan kegiatan ekonomi manusia. Dalam penafsiran ini tentu saja tetap menjadikan manusia sebagai “pencipta” ilmu pengetahuan dan pemakai teknologi sebagai pemeran utama.

7.       Penafsiran sosiologis

Penafsiran ini mencoba melihat asal-usul, struktur dan kegiatan masyarakat dalam interaksinya dengan lingkungan fisiknya; masyarakat dan lingkungan fisik bersama-sama maju dalam suatu proses evolusi. Sosiologi (bersama-sama dengan antropologi budaya) mencoba menjelaskan pengulangan dan keseragaman dalam kausalitas sejarah.

8.       Penafsiran sintesis

Penafsiran ini mencoba menggabungkan semua faktor atau tenaga yang menjadi penggerak sejarah. Menurut penafsiran ini tidak ada satu kategori “sebab-akibat” tunggal yang cukup untuk menjelaskan semua fase dan periode perkembangan sejarah. Artinya perkembangan dan jalannya sejarah digerakkan oleh berbagai faktor dan tenaga bersama-sama dan manusia tetap sebagai pemeran utama.

Dalam sejarah lisan, metode sejarah yang digunakan sama. Berawal dari pengumpulan sumber (heuristik), kritik dan kemudian interpretasi lalu historiografi. Hanya saja sumber sejarah yang digunakan dalam sejarah lisan adalah sumber atau bukti lisan (dapat berupa tradisi lisan).

Tak jarang sejarawan menghadapi kesulitan dalam interpretasi sejarah lisan. Hal ini berkaitan dengan sumber sejarah dan juga bagaimana memperoleh sumber atau bukti sejarah tersebut. Oleh karena itu, dalam menginterpretasikan sejarah lisan, seorang peneliti sejarah harus benar-benar menguasai metode dalam sejarah lisan. Perlu peran ilu bantu agar tidak keliru dalam menafsirkan bukti lisan.

Selain itu, peneliti sejarah juga dapat menggunakan sumber atau bukti lain untuk membantu menafsirkan sumber atau bukti lisan yang ia peroleh. Sumber atau bukti tersebut bisa saja berupa sumber tertulis berupa dokumen,arsip, atau buku.

B.     Tujuan Interpretasi dalam Sejarah

Tujuan interpretasi biasanya adalah untuk meningkatkan pengertian, tapi kadang, seperti pada propaganda atau cuci otak, tujuannya justru untuk mengacaukan pengertian dan membuat kebingungan. Tetapi interpretasi masih bisa di rumuskan dengan benar bila kita dapat mengidentifikasikan suatu masalah yang membingungkan.

Interpretasi atau penafsiran sejarah disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber. Jadi interpretasi untuk mendapatkan makna dan saling hubungan antara fakta yang satu dengan yang lainnya. Data atau sumber sejarah yang dikritik akan menghasilkan fakta yang akan digunakan dalam penulisan sejarah. Namun demikian, sejarah itu sendiri bukanlah kumpulan dari fakta, parade tokoh, kronologis peristiwa, atau deskripsi belaka yang apabila dibaca akan terasa kering karena kurang mempunyai makna. Fakta-fakta sejarah harus diinterpretasikan atau ditafsirkan agar sesuatu peristiwa dapat direkonstruksikan dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun, mengurangi tekanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal.

Dengan demikian, tidak hanya pertanyaan dimana, siapa, bilamana, dan apa yang perlu dijawab, tetapi juga yang berkenaan dengan kata mengapa dan apa jadinya. Dalam interpretasi, seorang sejarawan tidak perlu terkekang oleh batas-batas kerja bidang sejarah semata, sebab sebenarnya kerja sejarah melingkupi segala aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, untuk memahami kompleksitas sesuatu peristiwa, maka mau tidak mau sejarah memerlukan pendekatan multidimensi.

Berbagai ilmu bantu perlu dipergunakan dengan tujuan mempertajam analisis sehingga diharapkan dapat diperoleh generalisasi ke tingkat yang lebih sempurna. Perlu pula dikemukakan di sini, bahwa dalam tahapan interpretasi inilah subjektifitas sejarawan bermula dan turut mewarnai tulisannya dan hal itu tak dapat dihindarkan. Walau demikian, seorang sejarawan harus berusaha sedapat mungkin menekan subjektifitasnya dan tahu posisi dirinya sehingga nantinya tidak membias ke dalam isi tulisannya.

Tidak ada interpretasi yang bersifat final. Sehingga, setiap generasi berhak mengkerangkakan interpretasinya sendiri. Bukan hanya mengkerangkakannya, setiap generasi juga wajib melakukan interpertas sendiri. Persoalan krusial kita, bagaimana sulitnya kita berhubungan dengan masa lalu. Namun, di sisi lain kita ingin melihat garis yang bisa membawa kemajuan menuju solusi atas apa yang kita rasakan dan apa yang kita pilih sekarang-masa depan. Jika kebutuhan ini tidak kita jawab secara rasional dan jujur, maka kita akan kembali jatuh pada interpretasi historisis yang tak lebih dari keputusan historis.

Menurut Kuntowijoyo, seorang sejarawan, dalam pekerjaannya harus dapat membayangkan apa yang sebenarnya, apa yang sedang terjadi, dan apa yang terjadi sesudahnya. Dalam kasus-kasus yang ada ini, batasan yang dipakai sangat jelas. Pembatasan yang seharusnya dilakukan adalah, membatasi interpretasi yang berkembang khusus pada keadaan yang sebenarnya terjadi. Jadi jika imajinasi yang berkembang menjadi menginterpretasikan keadaan yang bukan sebenarnya terjadi, maka telah terjadi manipulasi peristiwa yang sebenarnya.Kemampuan interpretasi adalah menguraikan fakta-fakta sejarah dan kepentingan topik sejarah, serta menjelaskan masalah kekinian. Tidak ada masa lalu dalam konteks sejarah yang benar-benar aktual terjadi. Yang ada hanyalah interpretasi-interpretasi histories.

Dari pengalaman sehari-hari kita tidak menyadari bahwa telah menggunakan interpretasi. Misalanya, sewaktu naik kereta api dari Surabaya ke Jakarta seseorang tertidur dalam perjalanan dan baru bangun waktu tiba di Cirebon. Meskipun tidak menyadai kenyataan perjalanan yang sebenarnya, tetapi dengan penafsiran ia mengetahui bahwa kereta api telah melampaui beberapa tempat, antara lain Cirebon, Semarang, Kebumen, Purwokerto, dll. Bahkan pemandangan di beberapa tempat dapat dibayangkan pula, karena pengalaman perjalanan. Maka dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa interpretasi atau penafsiran sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Masing-masing generasi memiliki persoalan dan masalahnya sendiri. Sehingga memiliki kepentingan dan sudut pandang sendiri. Setiap generasi berhak memikirkan dan mereinterpretasi sejarah menurut caranya sendiri. Interpretasi tiap-tiap generasi akan saling komplementer, dalam artian interpretasi generasi sekarang akan bersifat komplementer dengan interpretasi generasi sebelumnya. Seluruh sejarah bergantung pada interes kita. Yang ada ialah berbagai sejarah, dan tidak pernah ada sejarah tunggal.

C.    Teori-teori Interpretasi Sejarah

Menurut Garraghan, ada lima jenis interpretasi, yaitu sebagai berikut:

1.      Interpretasi verbal, berkaitan dengan beberapa factor, yaitu bahsa, perbendaharaan kata, tata bahasa,konteks, dan terjemahan.

2.      Interpretasi teknis, didasarkan pada dua pertimbangan, yaitu tujuan penyusunan dokumen dan bentuk tulisan persisnya. Tujuannya adalah penulis dokumen bukan semata-mata bertujuan menyampaikan informasi, melainkan ada tujuan lainnya.

3.      Interpretasi logis, yaitu interpretasi yang didasarkan atas cara berpikir logis. Artinya, berdasarkan cara berpikir yang benar. Jadi penafsiran sebuah dokumen secara keseluruhan berisi gagasan yang logis.

4.      Interpretasi psikologis, yaitu interpretasi dokumen yang merupakan usaha untuk membacanya melalui kacamata pembuat dokumen untuk memperoleh titik pandangnya. Interpretasi ini berhadapan dengan kehidupan mentalitas pembuat dokumen yang menyangkut dua aspek, yaitu general (umum) dan individual. Aspek umum artinya mentalitas yang berlaku untuk semua orang, sedangkan yang bersifat individual artinya mentalitas khusus pembuat dokumen yang mempengaruhi tulisannya sehingga jejaknya dapat dilihat dalam karya yang ditulisnya.

5.      Interpretasi factual, tidak didasarkan atas kata-kata, tetapi terhadap fakta. Titik beratnya adalah membiarkan fakta “berbicara” sendiri, tanpa perlu membuat interpretasi macam-macam, sehingga interpretasi factual bias dikatakan mengatasi lainnya. Mengingat kemungkinan untuk melepaskan diri dari unsur subjektif seperti yang diseut di atas, jelas bahwa seorang peneliti sejarah harus berusaha sekeras-kerasnya untuk menghindarkan dari unsur tersebut. Paling aman, menurut Garraghan, hindarkan terllau banyak interpretasi, pakailah fakta-fakta” yang sudah bisa bicara dengan sendirinya”.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

SIMPULAN

Seorang sejarawan dituntut untuk dapat menginterpretasikan sebuah masalah dengan cukup obyektif, sesuai dengan materi yang sebenarnya. Faktor kontinuitas (kesinambungan) dan akronisme (ketidakcocokan) menjadi faktor yang harus diperhatikan. Kesinambungan dan urutan waktu dalam interpretasi maupun ekplanasi menjadi hal yang wajib ditaati agar tidak terjadi fallacies (kesalahan-kesalahan dalam penulisan). Sangat lucu jika fakta yang kita rangkai tidak sinambung dan urutan waktunya berloncatan. Maka tuntutan seorang sejarawan dalam meramu fakta secara continuitas dan akronisme, sangat mutlak dilakukan. Hal ini untuk menghindari kerancuan dalam sejarah dan sebagai landasan yang kuat dalam menerima serbuan kritik.

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/interpretasi

http://id.wikipedia.org/wiki/imajinasi

Antoro, Saiful.T. 2009. Interpretasi dalam metode sejarah. Jogyakarta : FISE-UNY

Panyarikan, K.S. 2004. Penafsiran sejarah. Suatu studi kasus penulisan kembali

buku perlajaran serjarah nasional jepang untuk sekolah menengah. IKIP Malang : Malang

Sujatmoko,I. 2012. Metode Sejarah (Online),

(http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2013/04/metode-sejarah.html)

Abdullah, Taufik, 1992. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Jakarta: Gramedia.

Herlina, Nina. 2008. Metode Sejarah, Bandung: Satya Historika.

Sartono.1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:

Gramedia.

Kartodirdjo, Sartono, dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan di Indonesia:

Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah, Edisi kedua, Yogyakarta: Tiara Wacana

Aksi nyata modul 1.2

Berikut adalah link aksi nyata modul 1.2 program guru penggerak angkatan 9 Link aksi nyata modul 2.1