BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu cara untuk
memperbaiki proses belajar mengajar yang paling efektif adalah dengan melakukan
evaluasi terhadap tes hasil belajar yang dilakukan oleh siswa-siswi itu sendiri
dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan Evaluasi bagi seorang guru menjadi suatu tuntutan, dimana seorang guru harus mengetahui hasil
belajar siswa-siswanya
dengan serangkaian tes berupa
soal-soal, percobaan-percobaan
yang tujuannya untuk
memudahkan guru dalam menilai hasil tes.
Bagi guru yang sudah banyak berpengalaman,
mengajar, dan menyusun soal-soal tes, pasti merasakan juga, masih sukar dalam
membuat tes dan tentunya masih belum
sempurna, dengan melihat hasil yang
diperoleh oleh siswa-siswinya.
Dalam melakukan evaluasi
digunakan alat untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta
didiknya Alat pengukur dimaksud adalah
tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya
terdiri dari kumpulan butir-butir soal (item tes). Analisis terhadap butir soal
atau analisis item soal adalah
pengkajian pertanyaan-pertanyaan yang memiliki kualitas memadai. Analisis soal
ini bertujuan untuk mengidentifikasi soal-soal sehingga bisa dikategorikan mana
soal yang baik-kurang baik dan jelek sehingga dari proses identifikasi tersebut
dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk dilakukan perbaikan proses belajar
mengajar di masa yang akan datang.
Sehingga dalam aplikasinya,
teknik analisa soal ini mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam
hal untuk mengetahui tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Berdasarkan uraian
di atas maka penulis akan memaparkan makalah yang berjudul “Teknik
Penganalisisan Item Tes Hasil Belajar”.
A.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
Teknik analisis derajat kesukaran Item ?
2. Bagaimana
Teknik analisis daya pembeda item ?
3. Bagaimana
Teknik analisis fungsi distaktor ?
B.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk
mengetahui teknik analisis derajat kesukaran item ?
2. Untuk
mengetahui teknik analisis daya pembeda
item ?
3. Untuk
mengetahui teknik analisis fungsi distaktor ?
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Tes Hasil
Belajar
Tes
merupakan alat ukur untuk proses pengumpulan data di mana dalam memberikan
respon atas pertanyaan dalam instrumen, peserta didorong untuk menunjukkan kemampuan
maksimalnya. Peserta diharuskan mengeluarkan kemampuan semaksimal mungkin agar
data yang diperoleh dari hasil jawaban peserta didik benar-benar menunjukkan kemampuannya
Tes merupakan alat ukur untuk proses pengumpulan data di mana dalam memberikan
respon atas pertanyaan dalam instrumen, peserta didorong untuk menunjukkan kemampuan
maksimalnya. Peserta diharuskan mengeluarkan kemampuan semaksimal mungkin agar
data yang diperoleh dari hasil jawaban peserta didik benar-benar menunjukkan kemampuannya.
(Purwanto: 2009)
Menurut
Purwanto (2009), Tes hasil belajar juga merupakan tes penguasaan, karena tes
ini berfungsi mengukur penguasaan peserta didik terhadap materi yang diajarkan
oleh guru atau dipelajari oleh peserta didik. Tes diujikan setelah peserta
didik memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui
penguasaan peserta didik atas materi tersebut.
Sehingganya
tes hasil belajar dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam memahami materi
yang diajarkan guru. Dalam evaluasi
belajar akan mengukur nilai dan efektifitas dari bagian tertentu dunia pendidikan.
(A.V.Kelly, 2006)
Tes
hasil belajar yang dilakukan guru adalah untuk menguur sejauh mana kemampuan
dari seorang peserta didik dalam memahami materi pelajaran yang diberikan
kepadanya. Hasil tes digunakan untuk
mengetahui nilai seorang peserta didik serta digunakan sebagai hasil evaluasi
bagi guru dan sekolah.
2.2 Macam-macam dan Bentuk Tes Hasil Belajar
Menurut Purwanto (2009),
Peranan fungsionalnya dalam pembelajaran, tes hasil belajar dibagi menjadi
empat macam, yaitu:
1) Tes
formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik setelah
mengikuti proses belajar mengajar. Tes formatif diujikan setelah peserta didik
menyelesaikan materi-materi tertentu. Tes formatif dalam praktik pembelajaran
dikenal sebagai ulangan harian.
2)
Tes sumatif, yaitu tes yang digunakan untuk
mengetahui penguasaan siswa atas semua jumlah materi yang disampaikan dalam
satuan kurun waktu tertentu seperti caturwulan atau semester. Dalam praktik
pengajaran tes sumatif dikenal sebagai ujian akhir semester atau caturwulan
tergantung satuan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan materi.
3)
Tes Diagnostik, yaitu evaluasi hasil belajar
mempunyai fungsi diagnostik. Tes hasil belajar yang digunakan sebagai dasar
untuk melakukan evaluasi diagnostik adalah tes diagnostik. Dalam evaluasi
diagnostik, tes hasil belajar digunakan untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang
mengalami masalah dan menelusuri jenis masalah yang dihadapi.
4)
Tes penempatan (placement test)
adalah tes hasil belajar yang dilakukan untuk menempatkan peserta didik dalam
kelompok yang sesuai dengan kemampuan ataupun bakat minatnya. Pengelompokan
dilakukan agar pemberian layanan pembelajaran dapat dilakukan sesuai kemampuan
maupun bakat minat peserta didik. Dalam
praktik pembelajaran penempatan merupakan hal yang banyak dilakukan, misalnya
tes penempatan peserta didik ke dalam kelompok IPA, IPS, atau Bahasa.
Guru
melakukan macam-macam tes untuk mengetahui
tingkat penguasaan peserta didik
terhadap materi yang telah disampaikan dalam setiap pembelajarannya
dalam waktu tertentu.
Bentuk Tes
Tes
objektif adalah tes keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes
telah tersedia. Butir soal pada tes objektif mengandung jawaban yang harus
dipilih oleh siswa. Kemungkinan jawaban telah dipasok oleh pengkonstruksi tes
dan peserta hanya memilih jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah
disediakan. Tes objektif mempunyai beberapa keunggulan. Pertama, penilaiannya
yang sangat objektif. Sebuah pertanyaan hanya mempunyai dua kemungkinan, benar
atau salah. Kunci jawaban memberikan informasi apakah jawaban siswa benar atau
salah. Namun tes objektif juga mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, tes
objektif diragukan kemampuannya untuk mengukur hasil belajar yang kompleks.
Kedua, peluang peserta didik melakukan tebakan sangat tinggi. (Purwanto, 2009)
Bentuk pertanyaan dapat berbentuk tes
obyektif dan essay, dan bentuk pertanyaan yang biasa digunakan dalam setiap
ujian adalah pilihan ganda, yang sudah terdapat satu pilihan jawaban dan
diantara pilihan jawaban tersebut ada yang disebut dengan pilihan pengecoh.
2.3 Komponen-komponen
Tes Hasil Belajar
Menurut
Purwanto (2009), Pada tes hasil belajar bentuk esai, komponen dapat berupa perangkat
soal, petunjuk pengerjaan, dan soal. Lebih dari itu, tes objektif mempunyai sejumlah
komponen selain yang ada dalam tes esai, yaitu pilihan, kunci jawaban, dan
pengecoh. Masing-masing komponen dibahas berikut :
1) Perangkat
soal, perangkat soal adalah keseluruhan butir pertanyaan atau pertanyaan
berikut segala kelengkapannya.
2) Petunjuk
pengerjaan, petunjuk pengerjaan mendeskripsikan detail petunjuk yang harus
dilakukan dalam mengerjakan soal, misalnya: memberikan tanda silang,
melingkari, memberikan jawaban singkat, dan sebagainya.
3) Butir
soal, soal merupakan pertanyaan atau pernyataan yang menimbulkan situasi
masalah yang harus dipecahkan oleh siswa. Penguasaan siswa diketahui dari kemampuannya
membuat pemecahan masalah. Satuan untuk soal adalah butir sehingga tiap item
pertanyaan atau pernyataan dikenal sebagai butir soal.
4) Pilihan,
soal objektif adalah soal yang segala kemungkinan jawaban telah disediakan dan
tugas peserta tes adalah memilih satu pilihan yang merupakan jawaban atas
pertanyaan. Sejumlah alternatif yang ditawarkan dinamakan pilihan (options).
5) Kunci
jawaban, kunci jawaban adalah pilihan yan merupakan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan dalam soal.
6) Pengecoh,
pengecoh adalah pilihan yang bukan merupakan kunci jawaban. Misalnya: pada soal
objektif jenis benar-salah, bila kunci jawabannya adalah salah maka benar
merupakan pengecoh. Pada soal objektif pilihan ganda dengan empat pilihan a, b,
c, d dan kunci jawabannya adalah c maka a, b, d merupakan pengecoh.
Tes
yang digunakan guru untuk mengukur kemampuan peserta didik haruslah mempunyai
tes yang berkualitas baik, yang tentunya
dapat menjadi tolak ukur yang baik untuk mengukur kemampuan peserta didik. Dengan mengetahui bagaimana kualitas tes digunakan maka harus melakukan analisis
kualitas tes, agar kita dapat mengetahui bagaimana kondisi soal yang digunakan
untuk tes.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Teknik Analisis Derajat Kesukaran
Item
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes
hasil belajar dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang
dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Butir-butir item tes hasil
belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila
butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah.
Dengan kata lain, derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup. Sedangkan untuk angka yang dapat memberikan
petunjuk mengenai tingkat kesulitan item itu dikenal dengan istilah difficulty
index (= angka indeks kesukaran item), yang dalam dilambangkan dengan huruf P,
yaitu singkatan dari kata proportion (proporsi = proporsa).
Menurut Witherington, angka indeks kesukaran
item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Artinya, angka
indeks kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00.
Angka indeks kesukaran sebesar 0,00 (P = 0,00)
merupakan petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam
kategori item yang terlalu sukar, sebab disini seluruh testee tidak dapat menjawab
item dengan benar = 0). Sebaliknya, apabila
angka indeks kesukaran item itu adalah 1,00 (P = 1,00) hal ini mengandung makna
bahwa butir item yang bersangkutan adalah termasuk dalam kategori item yang
terlalu mudah, sebab disini seluruh testee dapat menjawab dengan benar butir
item yang bersangkutan (yang dapat menjawab dengan butir = 100% = 100 : 100 =
1,00).
Angka
indeks kesukaran item itu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Du Bois yaitu:
dimana:
P
= Proportion = proporsi =
proporsa = difficulty index = angka indeks kesukaran item.
Np
= Banyaknya testee yang
dapat
menjawab dengan bentuk terhadap butir item yang bersangkutan.
N
= Jumlah testee yang mengikuti
tes hasil belajar
Rumus
lainnya adalah:
dimana
:
P
= Proportion = proporsi =
proporsa = difficulty index = angka indeks kesukaran item.
B
= Banyaknya testee yang
dapat menjawab dengan betuk terhadap butir item yang bersangkutan.
JS
= Jumlah testee yang
mengikuti tes hasil belajar
Sedangkan
Cara memberikan penafsiran (interpretasi) terhadap angka indeks kesukaran item,
menurut :
a)
Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen, dalam
bukunya berjudul Measurement and Evaluation in Psychology and Education,
mengemukakan:
Besarnya P |
Interpretasi |
Kurang dari 0,30 |
Terlalu sukar |
0,30 – 0,70 |
Cukup (Sedang) |
Lebih dari 0,70 |
Terlalu Mudah |
b)
Witherington dalam bukunya berjudul
Psychological Education adalah:
Besarnya P |
Interpretasi |
Kurang dari 0,25 |
Terlalu sukar |
0,25 – 0,75 |
Cukup (Sedang) |
Lebih dari 0,75 |
Terlalu Mudah |
3.2.Teknik analisis daya pembeda item
Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir
item tes hasil belajar untuk dapat membedakan (= mendiskriminasi) antara testee
yang berkemampuan tinggi (= pandai), dengan testee yang kemampuannya rendah (=
bodoh) sedemikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan
tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul,
sementara testee yang kemampuannya rendah untuk menjawa butir item tersebut
sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan benar.
Mengetahui daya itu penting sekali, sebab
salah satu dasar yang dipegangi untuk
menyusun butir-butir item tes hasil belajar adalah adanya anggapan, bahwa
kemampuan antara testee yang satu dengan testee yang lain itu berbeda-beda, dan
bahwa butir item tes hasil belajar itu harus mampu memberikan hasil tes yang
terdapat dikalangan testee tersebut.
Daya pembeda item itu dapat
diketahui melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi
item. Angka indeks diskriminasi item adalah sebuah angka atau bilangan yang
menunjukkan besar kecilnya daya pembeda (discriminatory power) yang dimiliki
oleh sebutir item. Discriminatory power pada dasarnya dihitung atas dasar
pembagian testee ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas (the higher group)
yakni kelompok testee yang tergolong pandai, dan kelompok bawah (the lower group) yakni kelompok testee yang
tergolong bodoh.
Indeks
diskriminasi item itu umumnya diberi lambang huruf D (singkatan dari
discriminatory power), dan besarnya berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 1,00. Namun diantara keduanya terdapat perbedaan
yang mendasar : yaitu kalau angka indeks kesukaran item tidak mungkin bertanda
minus (negative) maka angka indeks daya pembeda item dapat bertanda minus.
Adapun
apabila angka indeks diskriminasi item dari sebutir item bertanda negative
(minus), maka pengertian yang terkandung didalamnya adalah bahwa butir item
yang bersangkutan lebih banyak dijawab betul oleh testee kelompo bawah (bodoh)
ketimbang testee kelompom atas (pandai), atau testee yang sebenarnya termasuk
dalam kategori pandai lebih banyak yang jawabannya salah, sedangkan testee yang
sebenarnya termasuk dalam kategori bodoh justru lebih banyak yang jawabannya
betul. Misal :
Besarnya
Angka Indeks Diskriminasi Item (D) |
Klasifikasi |
Interpretasi |
Kurang
dari 0,20 |
Poor |
Butir item yang bersangkutan
daya pembedanya lemah sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda
yang baik. |
0,20
– 0,40 |
Satisfactory |
Butir item yang
bersangkutan telah memiliki daya pembeda
yang cukup (sedang). |
0,40
– 0,70 |
Good |
Butir item yang bersangkutan
telah memiliki daya pembeda yang baik. |
0,70
– 1,00 |
Excellent |
Butir item yang bersangkutan
telah memiliki daya pembeda yang baik sekali. |
Bertanda
negatif |
- |
Butir item yang bersangkutan
daya pembedanya negatif (jelek sekali). |
Untuk
mengetahui besar kecilnya angka indeks diskriminasi item dapat digunakan dua
macam rumus, yaitu:
a)
Rumus pertama:
D = PA –
pB atau
D = PH – pL
dimana:
D
= Discriminatory power (angka
indeks diskriminasi item).
PA atau pH
= Proporsi testee
kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan.
(PH
adalah singkatan dari Proportion of the Higher Group).
pA
atau pH ini dapat diperoleh dengan rumus:
dimana:
BA
= Banyaknya testee
kelompok atas (the
higher group) yang dapat menjawab
dengan benar
butir item yang bersangkutan.
JA
= Jumlah testee yang
termasuk dalam kelompok atas.
PB atau pL
= Proporsi testee kelompok bawah yang
dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan (Pl adalah singkatan
dari Proportion of the Lower Group).
PB
atau pL ini dapat diperoleh dengan rumus:
dimana:
BB
=
Banyaknya testee kelompok
bawah (the lower group) yang
dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan.
JB
=
Jumlah peserta yang termasuk
dalam kelompok bawah
b)
Rumus kedua:
Dengan
rumus kedua ini, maka angka indeks diskriminasi item diperoleh dengan
menggunakan teknik korelasi Phi (ø)
dengan rumus sebagai berikut:
dimana:
ø
= Angka Indeks Korelasi Phi,
yang dalam hal ini dianggap sebagai angka
indeks diskriminasi item.
pH
= Proportion of the higher group
pL
= Proportion of the lower group
2
= Bilangan konstan
p
= Proporsi seluruh testee
yang jawabannya benar
q
= Proporsi seluruh testee
yang jawabannya salah, dimana q = (1 – p).
3.3.
Teknik Analisis Fungsi Dikstraktor
Tes
obyektif bentuk multiple choice, untuk setiap butir item
yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa
kemungkinan jawaban (= option atau alternatif).
Option atau
alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima buah. Salah
satu dari option atau alternatif itu
merupakan jawaban yang benar (= kunci jawaban) dan sisanya merupakan jawaban
salah. Jawaban yang salah itu biasa dikenal dengan istilah distractor atau
pengecoh.
Contoh:
Tujuan
utama dari pemasangan distraktor adalah agar dari sekian banyak testee yang
mengikuti tes hasil belajar, ada yang tertarik untuk memilihnya, sebab mereka
menyangka bahwa distractor yang mereka pilih merupakan jawaban benar. Jadi
mereka terkecoh, mengangap bahwa distractor yang terpasang pada item itu
sebagai kunci jawaban item, padahal bukan. Bila semakin banyak testee yang
terkecoh, maka kita dapat menyatakan bahwa disktraktor itu makin dapat
menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Begitu pula sebaliknya.
Sehingga
dapat dikatakan, bahwa distraktor baru
dapat dikatakan menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut
telah memiliki daya tarik sedemikian rupa, sehingga testee merasa bimbang serta
ragu-ragu lalu pada akhirnya mereka terkecoh dan memilih distraktor sebagai
jawaban yang benar.
Menganalisis
fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu: menganalisis pola
penyebaran jawaban item. Pola penyebaran jawaban item adalah suatu pola yang
dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabannya terhadap
kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap butir item. Suatu kemungkinan dapat terjadi bahwa, dari
keseluruhan alternative yang dipasang pada butir item tertentu, sama sekali
tidak dipilih oleh testee menyatakan “blanko”.
Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah Oniet dan biasa diberi
lambing dengan huruf O.
Contoh
bagaimana cara menganalisis fungsi distraktor:
Misalkan tes hasil belajar bidang studi Pendidikan Moral Pancasila diikuti oleh
50 orang siswa Madrasah Tsanawiyah. Bentuk soalnya adalah multiple choice dengan
item sebanyak 40 butir, dimana setiap butir item dilengkapi dengan lima
alternatif, yaitu A, B, C, D dan E. Dari 40 butir item tersebut di atas, khusus
untuk butir item nomor 1, 2 dan 3 diperoleh pola penyebaran item sebagai
berikut:
Nomor Butir Item |
Alternatif (= Option) |
Ket. |
||||
A |
B |
C |
D |
E |
||
1 |
4 |
6 |
5 |
(30) |
5 |
(
): Kunci Jawaban |
2 |
1 |
(44) |
2 |
1 |
2 |
|
3 |
1 |
1 |
(10) |
1 |
37 |
Dengan
pola penyebaran jawaban item sebagaimana tergambar pada tabel analisis diatas,
maka dengan mudah dapat kita ketahui, berapa persen testee yang telah
“terkecoh” untuk memilih distraktor yang dipasangkan pada item 1, 2 dan 3,
yaitu:
a)
Untuk item nomor 1, kunci jawabannya adalah D,
sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, B, C dan E.
- Pengecoh
A dipilih oleh 4 orang, berarti 4/50 × 100% = 8%. Jadi pengecoh A sudah dapat
menjalankan fungsinya dengan baik, sebab angka persentasenya sudah melebihi 5%.
-
Pengecoh B dipilih oleh 6 orang testee,
berarti 6/50 × 100% = 12% (telah berfungsi dengan baik).
-
Pengecoh C dipilih oleh 5 orang testee,
berarti 5/50 × 100% = 10% (telah berfungsi dengan baik).
-
Pengecoh E dipilih oleh 5 orang testee,
berarti 5/50 × 100% = 10% (telah berfungsi dengan baik).
· Jadi,
keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 1 itu sudah dapat menjalankan
fungsinya dengan sebaik-baiknya.
b)
Untuk item nomor 2, kunci jawabannya adalah B,
sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, C, D dan E.
- Pengecoh
A dipilih 1 orang testee, berarti 1/50 × 100% = 2% (belum berfungsi).
-
Pengecoh C dipilih 2 orang testee, berarti
2/50 × 100% = 4% (belum berfungsi).
-
Pengecoh D dipilih 1 orang
testee, berarti 1/50 × 100% = 2% (belum berfungsi).
-
Pengecoh E dipilih 2 orang testee, berarti
2/50 × 100% = 4% (belum berfungsi).
· Jadi,
keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 2 itu belum dapat menjalankan
fungsinya seperti yang diharapkan.
c)
Untuk item nomor 3, kunci jawabannya adalah C,
sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, B, D dan E.
* Pengecoh
A, B dan D masing-masing dipilih oleh 1 orang testee (=2%). Berarti tiga buah
pengecoh itu belum berfungsi.
*
Adapun
pengecoh E dipilih oleh 37 orang, berarti 37/50 × 100% = 74% (telah berfungsi
dengan baik).
· Jadi,
pada butir nomor 3 itu hanya 1 buah pengecoh saja yang sudah dapat menjalankan
fungsinya dengan baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Kegiatan
Evaluasi bagi seorang guru menjadi suatu tuntutan, dimana seorang guru harus
mengetahui hasil belajar siswa-siswanya dengan serangkaian tes berupa
soal-soal, percobaan-percobaan yang tujuannya
untuk memudahkan guru dalam menilai hasil tes.
Teknik penganalisisan item hasil belajar atau analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi
soal-soal yang baik dan soal-soal yang jelek. Karena dengan mengetahui soal-soal tersebut
baik dan yang tidak baik, selanjutnya kita
dapat mencari kemungkinan sebab-sebab mengapa item itu tidak baik.
Dalam
melakukan evaluasi digunakan alat untuk mengukur keberhasilan belajar dari para
peserta didiknya Alat pengukur dimaksud
adalah tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya
terdiri dari kumpulan butir-butir soal (item tes). Analisis terhadap butir soal
atau analisis item soal adalah
pengkajian pertanyaan-pertanyaan yang memiliki kualitas memadai. Analisis soal
ini bertujuan untuk mengidentifikasi soal-soal sehingga bisa dikategorikan mana
soal yang baik-kurang baik dan jelek sehingga dari proses identifikasi tersebut
dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk dilakukan perbaikan proses belajar
mengajar di masa yang akan datang. Sehingga
dalam aplikasinya, teknik analisa soal ini mempunyai fungsi dan peranan yang
sangat penting dalam hal untuk mengetahui tujuan pendidikan yang hendak
dicapai. Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan memaparkan makalah yang
berjudul “Teknik Penganalisisan Item Tes Hasil Belajar”.
DAFTAR PUSTAKA
Sudjiono,
Anas. 2016, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Rajawali, Pres
http://eprints.walisongo.ac.id/1662/3/093511027_Bab2.pdf
https://prestasi-yes.blogspot.com/2014/06/teknik-penganalisisan-item-teshasil.html
https://www.academia.edu/25453964/Teknik_Analisis_Item_Tes_Hasil_Belajar