Sabtu, 12 Desember 2020

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN IPS “TEKNIK PENGANALISISAN ITEM TES HASIL BELAJAR”

 


BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

 

Salah satu cara untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang paling efektif adalah dengan melakukan evaluasi terhadap tes hasil belajar yang dilakukan oleh siswa-siswi itu sendiri dalam proses belajar mengajar.

Kegiatan Evaluasi bagi seorang guru menjadi suatu tuntutan, dimana seorang guru harus mengetahui hasil belajar siswa-siswanya dengan serangkaian tes berupa soal-soal, percobaan-percobaan yang tujuannya  untuk memudahkan guru dalam menilai hasil tes.

Bagi guru yang sudah banyak berpengalaman, mengajar, dan menyusun soal-soal tes, pasti merasakan juga, masih sukar dalam membuat  tes dan tentunya masih belum sempurna, dengan  melihat hasil yang diperoleh oleh siswa-siswinya.

Dalam melakukan evaluasi digunakan alat untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya  Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal (item tes). Analisis terhadap butir soal atau  analisis item soal adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan yang memiliki kualitas memadai. Analisis soal ini bertujuan untuk mengidentifikasi soal-soal sehingga bisa dikategorikan mana soal yang baik-kurang baik dan jelek sehingga dari proses identifikasi tersebut dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk dilakukan perbaikan proses belajar mengajar di masa yang akan datang.

Sehingga dalam aplikasinya, teknik analisa soal ini mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam hal untuk mengetahui tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan memaparkan makalah yang berjudul “Teknik Penganalisisan Item Tes Hasil Belajar”.

 

A.   Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1.      Bagaimana Teknik analisis derajat kesukaran  Item ?

2.      Bagaimana Teknik analisis daya pembeda item ?

3.      Bagaimana Teknik analisis fungsi distaktor ?

 

 

B.     Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah:

1.      Untuk mengetahui teknik analisis derajat kesukaran item ?

2.      Untuk mengetahui teknik analisis  daya pembeda item ?

3.      Untuk mengetahui teknik analisis fungsi distaktor ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

 

2.1 Pengertian Tes Hasil Belajar

 

Tes merupakan alat ukur untuk proses pengumpulan data di mana dalam memberikan respon atas pertanyaan dalam instrumen, peserta didorong untuk menunjukkan kemampuan maksimalnya. Peserta diharuskan mengeluarkan kemampuan semaksimal mungkin agar data yang diperoleh dari hasil jawaban peserta didik benar-benar menunjukkan kemampuannya Tes merupakan alat ukur untuk proses pengumpulan data di mana dalam memberikan respon atas pertanyaan dalam instrumen, peserta didorong untuk menunjukkan kemampuan maksimalnya. Peserta diharuskan mengeluarkan kemampuan semaksimal mungkin agar data yang diperoleh dari hasil jawaban peserta didik benar-benar menunjukkan kemampuannya. (Purwanto: 2009)

Menurut Purwanto (2009), Tes hasil belajar juga merupakan tes penguasaan, karena tes ini berfungsi mengukur penguasaan peserta didik terhadap materi yang diajarkan oleh guru atau dipelajari oleh peserta didik. Tes diujikan setelah peserta didik memperoleh sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik atas materi tersebut.

Sehingganya tes hasil belajar dapat mengukur kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru.  Dalam evaluasi belajar akan mengukur nilai dan efektifitas dari bagian tertentu dunia pendidikan. (A.V.Kelly, 2006)

Tes hasil belajar yang dilakukan guru adalah untuk menguur sejauh mana kemampuan dari seorang peserta didik dalam memahami materi pelajaran yang diberikan kepadanya.  Hasil tes digunakan untuk mengetahui nilai seorang peserta didik serta digunakan sebagai hasil evaluasi bagi guru dan sekolah.

 

2.2 Macam-macam dan Bentuk Tes Hasil Belajar

Menurut Purwanto (2009), Peranan fungsionalnya dalam pembelajaran, tes hasil belajar dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1)      Tes formatif digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Tes formatif diujikan setelah peserta didik menyelesaikan materi-materi tertentu. Tes formatif dalam praktik pembelajaran dikenal sebagai ulangan harian.

2)       Tes sumatif, yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan siswa atas semua jumlah materi yang disampaikan dalam satuan kurun waktu tertentu seperti caturwulan atau semester. Dalam praktik pengajaran tes sumatif dikenal sebagai ujian akhir semester atau caturwulan tergantung satuan waktu yang digunakan untuk menyelesaikan materi.

3)       Tes Diagnostik, yaitu evaluasi hasil belajar mempunyai fungsi diagnostik. Tes hasil belajar yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi diagnostik adalah tes diagnostik. Dalam evaluasi diagnostik, tes hasil belajar digunakan untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang mengalami masalah dan menelusuri jenis masalah yang dihadapi.

4)      Tes penempatan (placement test) adalah tes hasil belajar yang dilakukan untuk menempatkan peserta didik dalam kelompok yang sesuai dengan kemampuan ataupun bakat minatnya. Pengelompokan dilakukan agar pemberian layanan pembelajaran dapat dilakukan sesuai kemampuan maupun bakat minat peserta didik.  Dalam praktik pembelajaran penempatan merupakan hal yang banyak dilakukan, misalnya tes penempatan peserta didik ke dalam kelompok IPA, IPS, atau Bahasa.

 

Guru melakukan macam-macam tes untuk mengetahui  tingkat penguasaan peserta didik  terhadap materi yang telah disampaikan dalam setiap pembelajarannya dalam waktu tertentu.

 

Bentuk Tes

 

Tes objektif adalah tes keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Butir soal pada tes objektif mengandung jawaban yang harus dipilih oleh siswa. Kemungkinan jawaban telah dipasok oleh pengkonstruksi tes dan peserta hanya memilih jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Tes objektif mempunyai beberapa keunggulan. Pertama, penilaiannya yang sangat objektif. Sebuah pertanyaan hanya mempunyai dua kemungkinan, benar atau salah. Kunci jawaban memberikan informasi apakah jawaban siswa benar atau salah. Namun tes objektif juga mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, tes objektif diragukan kemampuannya untuk mengukur hasil belajar yang kompleks. Kedua, peluang peserta didik melakukan tebakan sangat tinggi. (Purwanto, 2009)

           Bentuk pertanyaan dapat berbentuk tes obyektif dan essay, dan bentuk pertanyaan yang biasa digunakan dalam setiap ujian adalah pilihan ganda, yang sudah terdapat satu pilihan jawaban dan diantara pilihan jawaban tersebut ada yang disebut dengan pilihan pengecoh.

 

2.3  Komponen-komponen Tes Hasil Belajar

 

Menurut Purwanto (2009), Pada tes hasil belajar bentuk esai, komponen dapat berupa perangkat soal, petunjuk pengerjaan, dan soal. Lebih dari itu, tes objektif mempunyai sejumlah komponen selain yang ada dalam tes esai, yaitu pilihan, kunci jawaban, dan pengecoh. Masing-masing komponen dibahas berikut :

1)      Perangkat soal, perangkat soal adalah keseluruhan butir pertanyaan atau pertanyaan berikut segala kelengkapannya.

2)      Petunjuk pengerjaan, petunjuk pengerjaan mendeskripsikan detail petunjuk yang harus dilakukan dalam mengerjakan soal, misalnya: memberikan tanda silang, melingkari, memberikan jawaban singkat, dan sebagainya.

3)      Butir soal, soal merupakan pertanyaan atau pernyataan yang menimbulkan situasi masalah yang harus dipecahkan oleh siswa. Penguasaan siswa diketahui dari kemampuannya membuat pemecahan masalah. Satuan untuk soal adalah butir sehingga tiap item pertanyaan atau pernyataan dikenal sebagai butir soal.

4)      Pilihan, soal objektif adalah soal yang segala kemungkinan jawaban telah disediakan dan tugas peserta tes adalah memilih satu pilihan yang merupakan jawaban atas pertanyaan. Sejumlah alternatif yang ditawarkan dinamakan pilihan (options).

5)      Kunci jawaban, kunci jawaban adalah pilihan yan merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam soal.

6)      Pengecoh, pengecoh adalah pilihan yang bukan merupakan kunci jawaban. Misalnya: pada soal objektif jenis benar-salah, bila kunci jawabannya adalah salah maka benar merupakan pengecoh. Pada soal objektif pilihan ganda dengan empat pilihan a, b, c, d dan kunci jawabannya adalah c maka a, b, d merupakan pengecoh.

 

Tes yang digunakan guru untuk mengukur kemampuan peserta didik haruslah mempunyai tes yang berkualitas  baik, yang tentunya dapat menjadi tolak ukur yang baik untuk mengukur kemampuan peserta didik.  Dengan mengetahui bagaimana kualitas  tes digunakan maka harus melakukan analisis kualitas tes, agar kita dapat mengetahui bagaimana kondisi soal yang digunakan untuk tes.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

    PEMBAHASAN

 

3.1  Teknik Analisis Derajat Kesukaran Item

 

Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir item tersebut. Butir-butir item tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Dengan kata lain, derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.  Sedangkan untuk angka yang dapat memberikan petunjuk mengenai tingkat kesulitan item itu dikenal dengan istilah difficulty index (= angka indeks kesukaran item), yang dalam dilambangkan dengan huruf P, yaitu singkatan dari kata proportion (proporsi = proporsa).

Menurut Witherington, angka indeks kesukaran item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Artinya, angka indeks kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling tinggi adalah 1,00.

Angka indeks kesukaran sebesar 0,00 (P = 0,00) merupakan petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam kategori item yang terlalu sukar, sebab disini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan benar = 0).  Sebaliknya, apabila angka indeks kesukaran item itu adalah 1,00 (P = 1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir item yang bersangkutan adalah termasuk dalam kategori item yang terlalu mudah, sebab disini seluruh testee dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan (yang dapat menjawab dengan butir = 100% = 100 : 100 = 1,00).

 

Angka indeks kesukaran item itu dapat diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Du Bois yaitu:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMWdiy526Bce5Jo9SY-ere2WwR44CreId_oNjxSMpXU0h-zce8SVGnd0sXPvc_pvLJvUfKtsgxW4sfG7ZqRFluIiY-8uJ_OWpNuMDvayZgS1VrhCZBVOo7Yylv5SYabQugk9NFbGlfXzc/s1600/b3.jpg

 

dimana:

P          =          Proportion = proporsi = proporsa = difficulty index = angka indeks kesukaran item.

Np       =          Banyaknya testee yang dapat             menjawab dengan bentuk terhadap butir item yang bersangkutan.

N         =          Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar

 

Rumus lainnya adalah:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmvRnRl01YofbxWNqH8jUr5Uu0B3LbkGYcBzgMn3suf8olQAWlaMxuemgUr-ATk1WsKzsX7aIHflWOaFv2NSyjDS143PFqjiHEVWhF81s1GbH-g1r1COzSSU84azEG6eok6waBADKWg3Y/s1600/b4.jpg

 

dimana :

P          =          Proportion = proporsi = proporsa = difficulty index = angka indeks kesukaran item.

B         =          Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betuk terhadap butir item yang bersangkutan.

JS        =          Jumlah testee yang mengikuti tes hasil belajar

 

Sedangkan Cara memberikan penafsiran (interpretasi) terhadap angka indeks kesukaran item, menurut :

 

 

 

a)      Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen, dalam bukunya berjudul Measurement and Evaluation in Psychology and Education, mengemukakan:

Besarnya P

Interpretasi

Kurang dari 0,30

Terlalu sukar

0,30 – 0,70

Cukup (Sedang)

Lebih dari 0,70

Terlalu Mudah

 

b)      Witherington dalam bukunya berjudul Psychological Education adalah:

Besarnya P

Interpretasi

Kurang dari 0,25

Terlalu sukar

0,25 – 0,75

Cukup (Sedang)

Lebih dari 0,75

Terlalu Mudah

 

 

3.2.Teknik analisis daya pembeda item

Daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan (= mendiskriminasi) antara testee yang berkemampuan tinggi (= pandai), dengan testee yang kemampuannya rendah (= bodoh) sedemikian rupa sehingga sebagian besar testee yang memiliki kemampuan tinggi untuk menjawab butir item tersebut lebih banyak yang menjawab betul, sementara testee yang kemampuannya rendah untuk menjawa butir item tersebut sebagian besar tidak dapat menjawab item dengan benar.

Mengetahui daya itu penting sekali, sebab salah satu dasar  yang dipegangi untuk menyusun butir-butir item tes hasil belajar adalah adanya anggapan, bahwa kemampuan antara testee yang satu dengan testee yang lain itu berbeda-beda, dan bahwa butir item tes hasil belajar itu harus mampu memberikan hasil tes yang terdapat dikalangan testee tersebut.

Daya pembeda item itu dapat diketahui melalui atau dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi item adalah sebuah angka atau bilangan yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda (discriminatory power) yang dimiliki oleh sebutir item. Discriminatory power pada dasarnya dihitung atas dasar pembagian testee ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas (the higher group) yakni kelompok testee yang tergolong pandai, dan kelompok bawah  (the lower group) yakni kelompok testee yang tergolong bodoh.

Indeks diskriminasi item itu umumnya diberi lambang huruf D (singkatan dari discriminatory power), dan besarnya berkisar antara 0 (nol) sampai dengan 1,00.  Namun diantara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar : yaitu kalau angka indeks kesukaran item tidak mungkin bertanda minus (negative) maka angka indeks daya pembeda item dapat bertanda minus.

Adapun apabila angka indeks diskriminasi item dari sebutir item bertanda negative (minus), maka pengertian yang terkandung didalamnya adalah bahwa butir item yang bersangkutan lebih banyak dijawab betul oleh testee kelompo bawah (bodoh) ketimbang testee kelompom atas (pandai), atau testee yang sebenarnya termasuk dalam kategori pandai lebih banyak yang jawabannya salah, sedangkan testee yang sebenarnya termasuk dalam kategori bodoh justru lebih banyak yang jawabannya betul. Misal :

 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhROp5UxPiuE9rsAlR8FFPP_IbiZ20ZHiMWZVnpmkGKYyfJl7zdqocLW7XBLn-o-3o3YAmWeQVZ9LDge_c5MziVDmwac9kwQdUYXNg4XVagEqsqJAaKd7thFvdE9Vw1SlK9GrYWevIWCwA/s1600/g5.jpg


 

 

 

 

Besarnya Angka Indeks Diskriminasi Item (D)

Klasifikasi

Interpretasi

Kurang dari 0,20

Poor

Butir item yang bersangkutan daya pembedanya lemah sekali (jelek), dianggap tidak memiliki daya pembeda yang baik.

0,20 – 0,40

Satisfactory

Butir item yang bersangkutan 

telah memiliki daya pembeda yang cukup (sedang).

0,40 – 0,70

Good

Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik.

0,70 – 1,00

Excellent

Butir item yang bersangkutan telah memiliki daya pembeda yang baik sekali.

Bertanda negatif

-

Butir item yang bersangkutan daya pembedanya negatif (jelek sekali).

 

 

Untuk mengetahui besar kecilnya angka indeks diskriminasi item dapat digunakan dua macam rumus, yaitu:

a)      Rumus pertama:

            D =      PA – pB          atau

            D =      PH – pL

            dimana:

D                     =          Discriminatory power (angka indeks diskriminasi item).

PA atau pH     =          Proporsi testee kelompok atas yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan.

(PH adalah singkatan dari Proportion of the Higher Group).

pA atau pH ini dapat diperoleh dengan rumus:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEifbZ_LgrP0BuLBb0FP26eDSiR5i_l3Gq-wdEr3JfhnalENZ_VoENK4HBNS4gDpNLFg6t9mzt4Us1DJEyKLjTf0jjbv0O5I3yX59148mtyL1s8AC-c6XSjDKdtFzGxukdOQ5icLbZ-eFYw/s1600/g4.jpg

 

dimana:

BA      =          Banyaknya testee kelompok atas (the higher group) yang dapat menjawab             dengan benar butir item yang bersangkutan.

JA        =          Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok atas.

 

PB atau pL      =   Proporsi testee kelompok bawah yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan (Pl adalah singkatan dari Proportion of the Lower Group).

PB atau pL ini dapat diperoleh dengan rumus:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrlOG5kql2Uva4m_ksJsmXO_jTbFJhikJCAY2qsLJtp3EJ7QbTbkLnHmQ0o-2-TYh19Vo2FlFdjoBUVnJGeG-o2jJzDxWCJhNea2L2OCD3A_XeoHCxndXWnenJ67Gcs16d24Q1RacVAMA/s1600/g3.jpg

 

dimana:

BB       =          Banyaknya testee kelompok bawah (the lower group) yang dapat menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan.

JB        =          Jumlah peserta yang termasuk dalam kelompok bawah

b)      Rumus kedua:

Dengan rumus kedua ini, maka angka indeks diskriminasi item diperoleh dengan menggunakan teknik korelasi Phi (ø) dengan rumus sebagai berikut:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKros-jfCDW-b-mCGO1EiTcJ04SQJFxFaVnryA7pxSOlPcW1u0q5zLWvyI94lnZfXG1lxUsIpF8H2HICMz9-ohnQUy4iV1tL_lSK3oMR-1j6aKBym7dBVX2maI8uVSapailK1n4k_v8wM/s1600/g2.jpg

 

dimana:

 Ã¸         =          Angka Indeks Korelasi Phi, yang dalam        hal ini dianggap sebagai angka indeks diskriminasi item.

pH       =          Proportion of the higher group

pL        =          Proportion of the lower group

2          =          Bilangan konstan

p          =          Proporsi seluruh testee yang jawabannya benar

q          =          Proporsi seluruh testee yang jawabannya       salah, dimana q = (1 – p).

 

 

3.3.        Teknik Analisis Fungsi Dikstraktor

Tes obyektif bentuk multiple choice, untuk setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan beberapa kemungkinan jawaban (= option atau alternatif). 

Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima buah. Salah satu dari option atau alternatif itu merupakan jawaban yang benar (= kunci jawaban) dan sisanya merupakan jawaban salah. Jawaban yang salah itu biasa dikenal dengan istilah distractor atau pengecoh.

 

Contoh:

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLf-htOE8Zhy9QGz7y2q6Y3CJVn90S0AKNK2qOnDhQKV0PIgMDapJWzpCJDOggYrtcV0EZOGoPuD4FrsyPSVm43bFedzdz99TEC8XVIclOEHFCOaGSEHQcGiQi5LFlLCdHGAdRFYCfuEY/s1600/g1.jpg

 

Tujuan utama dari pemasangan distraktor adalah agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar, ada yang tertarik untuk memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distractor yang mereka pilih merupakan jawaban benar. Jadi mereka terkecoh, mengangap bahwa distractor yang terpasang pada item itu sebagai kunci jawaban item, padahal bukan. Bila semakin banyak testee yang terkecoh, maka kita dapat menyatakan bahwa disktraktor itu makin dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Begitu pula sebaliknya.

Sehingga dapat dikatakan,  bahwa distraktor baru dapat dikatakan menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor tersebut telah memiliki daya tarik sedemikian rupa, sehingga testee merasa bimbang serta ragu-ragu lalu pada akhirnya mereka terkecoh dan memilih distraktor sebagai jawaban yang benar. 

Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu: menganalisis pola penyebaran jawaban item. Pola penyebaran jawaban item adalah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee menentukan pilihan jawabannya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada setiap butir item.  Suatu kemungkinan dapat terjadi bahwa, dari keseluruhan alternative yang dipasang pada butir item tertentu, sama sekali tidak dipilih oleh testee menyatakan “blanko”.  Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan istilah Oniet dan biasa diberi lambing dengan huruf O.

 

Contoh bagaimana cara menganalisis fungsi distraktor:

            Misalkan tes hasil belajar bidang studi Pendidikan Moral Pancasila diikuti oleh 50 orang siswa Madrasah Tsanawiyah. Bentuk soalnya adalah multiple choice dengan item sebanyak 40 butir, dimana setiap butir item dilengkapi dengan lima alternatif, yaitu A, B, C, D dan E. Dari 40 butir item tersebut di atas, khusus untuk butir item nomor 1, 2 dan 3 diperoleh pola penyebaran item sebagai berikut: 

 

 

Nomor Butir Item

Alternatif (= Option)

Ket.

A

B

C

D

E

1

4

6

5

(30)

5

(    ): Kunci Jawaban

2

1

(44)

2

1

2

3

1

1

(10)

1

37

 

Dengan pola penyebaran jawaban item sebagaimana tergambar pada tabel analisis diatas, maka dengan mudah dapat kita ketahui, berapa persen testee yang telah “terkecoh” untuk memilih distraktor yang dipasangkan pada item 1, 2 dan 3, yaitu:

a)      Untuk item nomor 1, kunci jawabannya adalah D, sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, B, C dan E.

- Pengecoh A dipilih oleh 4 orang, berarti 4/50 × 100% = 8%. Jadi pengecoh A sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sebab angka persentasenya sudah melebihi 5%.

-          Pengecoh B dipilih oleh 6 orang testee, berarti 6/50 × 100% = 12% (telah berfungsi dengan baik).

-          Pengecoh C dipilih oleh 5 orang testee, berarti 5/50 × 100% = 10% (telah berfungsi dengan baik).

-          Pengecoh E dipilih oleh 5 orang testee, berarti 5/50 × 100% = 10% (telah berfungsi dengan baik).

·         Jadi, keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 1 itu sudah dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya.

 

b)      Untuk item nomor 2, kunci jawabannya adalah B, sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, C, D dan E.

- Pengecoh A dipilih 1 orang testee, berarti 1/50 × 100% = 2% (belum berfungsi).

-          Pengecoh C dipilih 2 orang testee, berarti 2/50 × 100% = 4% (belum berfungsi).

-           Pengecoh D dipilih 1 orang testee, berarti 1/50 × 100% = 2% (belum berfungsi).

-          Pengecoh E dipilih 2 orang testee, berarti 2/50 × 100% = 4% (belum berfungsi).

 

·         Jadi, keempat pengecoh yang dipasangkan pada item nomor 2 itu belum dapat menjalankan fungsinya seperti yang diharapkan.

 

c)      Untuk item nomor 3, kunci jawabannya adalah C, sedangkan pengecoh atau distraktornya adalah: A, B, D dan E.

* Pengecoh A, B dan D masing-masing dipilih oleh 1 orang testee (=2%). Berarti tiga buah pengecoh itu belum berfungsi.

* Adapun pengecoh E dipilih oleh 37 orang, berarti 37/50 × 100% = 74% (telah berfungsi dengan baik).

 

·         Jadi, pada butir nomor 3 itu hanya 1 buah pengecoh saja yang sudah dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

KESIMPULAN

 

 

Kegiatan Evaluasi bagi seorang guru menjadi suatu tuntutan, dimana seorang guru harus mengetahui hasil belajar siswa-siswanya dengan serangkaian tes berupa soal-soal, percobaan-percobaan yang tujuannya  untuk memudahkan guru dalam menilai hasil tes.

Teknik  penganalisisan item  hasil belajar atau analisis soal  bertujuan untuk mengadakan  identifikasi  soal-soal yang baik dan soal-soal yang jelek.  Karena dengan mengetahui soal-soal tersebut baik dan yang tidak baik, selanjutnya kita  dapat mencari kemungkinan sebab-sebab mengapa item itu tidak baik.

Dalam melakukan evaluasi digunakan alat untuk mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya  Alat pengukur dimaksud adalah tes hasil belajar, yang sebagai mana telah kita maklumi, batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir soal (item tes). Analisis terhadap butir soal atau  analisis item soal adalah pengkajian pertanyaan-pertanyaan yang memiliki kualitas memadai. Analisis soal ini bertujuan untuk mengidentifikasi soal-soal sehingga bisa dikategorikan mana soal yang baik-kurang baik dan jelek sehingga dari proses identifikasi tersebut dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk dilakukan perbaikan proses belajar mengajar di masa yang akan datang. Sehingga dalam aplikasinya, teknik analisa soal ini mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting dalam hal untuk mengetahui tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan memaparkan makalah yang berjudul “Teknik Penganalisisan Item Tes Hasil Belajar”.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Sudjiono, Anas. 2016, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Rajawali, Pres

http://eprints.walisongo.ac.id/1662/3/093511027_Bab2.pdf

https://prestasi-yes.blogspot.com/2014/06/teknik-penganalisisan-item-teshasil.html

https://www.academia.edu/25453964/Teknik_Analisis_Item_Tes_Hasil_Belajar

 

 

 

 

 

 

 




 

 

MAKALAH EVALUASI PENDIDIKAN ( TES SEBAGAI PENILAIAN HASIL BELAJAR)

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Konsep Dasar Penilaian Hasil Belajar

A. Pengertian Penilaian Hasil Belajar

Penilaian adalah suatu prosedur sistematis dan mencakup kegiatan mengumpulkan, menganalisis, serta menginterprestasikan informasi yang dapat digunakan untuk membuat kesimpulan tentang karakteristik seseorang atau objek.

Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrument tes atau non tes.Sedangkan penilaian hasil belajar adalah segala macam prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai untuk kerja (performance) siswa atau seberapa jauh siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam hubungannya dengan kedudukan personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya tentang baik buruk, lulus atau tidak lan lain sebagainya.

Jadi dapat di simpulkan bahwa penilaian hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi, pengolahan, penafsiran) dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

B. Prinsip- prinsip Penilaian Hasil Belajar

Prinsip penilaian harus mengacu pada standar penilaian pendidikan. Prinsip-prinsip tersebut mencakup:

1. Mendidik, yakni mampu memberikan sumbangan positif terhadap peningkatan pencapaian belajar peserta didik. Hasil penilaian harus dapat memberikan umpan balik dan memotivasi peserta didik untuk lebih giat belajar.

2. Terbuka/transparan, yakni prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan diketahui oleh pihak yang terkait.

3. Menyeluruh, yakni meliputi berbagai aspek kompetensi yang akan dinilai.Penilaian yang menyeluruh meliputi ranah pengetahuan (kognitif),keterampilan (psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.

4. Terpadu dengan pembelajaran, yakni menilai apapun yang dikerjakan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar itu dinilai, baik kognitif, psikomotorik dan afektifnya. Dengan demikian, penilaian tidak hanya dilakukan setelah peserta didik menyelesaikan pokok bahasan tertentu melainkan saat mereka sedang melakukan proses pembelajaran.

5. Objektif, yakni tidak terpengaruh oleh pertimbangan subjektif penilai.

6. Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.

7. Berkesinambungan, yakni dilakukan secara terus menerus sepanjang berlangsungnya kegiatan pembelajaran.

8. Adil, yakni tidak ada peserta didik yang diuntungkan atau dirugikan berdasarkan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, agama, bahasa, suku bangsa, warna kulit, dan jender.

9. Menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam melaksanakan penilaian antara lain:

1.   Memahami penilaian dan kegiatan belajar mengajar secara terpadu.

2.   Merancang penilaian bersamaan dengan penyusunan silabus dan RPP.

3.   Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian.

4.   Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.

5.   Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.

6.   Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.

7.   Mendidik dan meningkatkan mutu proses pembelajaran seefektif mungkin.

 

 

 

 

 

 

 

C. Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Fungsi penalaian tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Penilaian berfungsi selektif

Dengan mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi  atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri  mempunyai berbagai tujuan, antara lain:

a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu

b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.

c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa.

d.  Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.

2.      Penilaian berfungsi diagnostik

Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula sebab musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian,  sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara mengatasinya.

 

3.      Penilaian  berfungsi  sebagai penempatan

Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di Negara barat adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain. Sebagai alasan dari timbulnya system ini adalah pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual.

4.      Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan

Fungsi dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.

5.      Umpan balik

Hasil suatu pengukuran  atau skor  tes tertentu dapat digunakan sebagai  umpan balik, baik bagi individu yang menempuh tes maupun bagi guru yang berusaha mentransfer kemampuan kepada siswa.

6.      Menumbuhkan motivasi belajar dan mengajar

Bagi mereka yang memperoleh hasil penilaian yang kurang baik seharusnya menjadi cambuk untuk lebih berhasil dalam kegiatan penilaian yang akan datang  dan secara tepat dapat mengetahui  kelemahannya. Sedangkan bagi yang memperoleh nilai hasil baik tentu saja hasil itu dapat menjadi motivasi mempertahankan dan meningkatkan hasilnya. Selain mendorong siswa untuk belajar lebih baik, dengan adanya penilaian juga dapat mendorong  guru untuk  mengajar lebih baik.

7.      Pengembangan ilmu

Ilmu seperti pengukuran pendidikan sangat tergantung pada hasil-hasil tes, pengukuran dan penilaian yang dilakukan sebagai kegiatan sehari-hari guru dan pendidik lainnya. Pengukuran dan penilaian akan diperoleh pengetahuan empirik yang  sangat berharga untuk pengetahuan ilmu dan teori.

 

2.2.     Pengertian Tes Sebagai Alat Penilaian

Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya    piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok (http://www.fajar.co.id). Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan atau spikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan Nasoetion, 1993). Dari pengertian tersebut, maka setiap tes menuntut keharusan adanya respon dari subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai suatu trait yang dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat dari wujud fisik, tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban tertentu terhadap pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas tersebut (Azwar, 1996).

Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Pada umumnya tes digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 1989).

Berdasarkan beberapa pengertian tes maka dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai tes yaitu sebagai berikut (Azwar, 1996).

a.      Tes adalah prosedur yang sistematik, maksudnya item-item dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi tes dan pemberian angka terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan setiap orang yang mengambil tes harus mendapat item-item yang sama dalam kondisi yang sebanding.

 

b.      Tes berisi sampel prilaku, maksudnya seluruh item dalam tes tidak akan mencakup seluruh materi isi yang mungkin ditanyakan sehingga harus dipilih beberapa item yang akan ditanyakan, dan kelayakan suatu tes tergantung pada sejumlah item-item dalam tes tersebut yang mewakili secara representatif kawasan prilaku yang diukur.

 

c.      Tes mengukur prilaku, item-item dalam tes hendaknya menunjukan apa yang diketahui atau apa yang dipelajari subjek dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas di dalam tes tersebut.

 

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok orang.

Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.

 

2.3 Dasar-dasar Penyusunan Tes Hasil Belajar

Dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:

a.       Tes hasil belajar harus dapat mengukur  apa-apa yang dipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum di dalam kurikulum yang berlaku.

 

b.      Tes hasil belajar disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.

 

c.       Pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.

 

d.      Tes hasil belajar hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu sendiri, karena tes dapat disusun untuk keperluan pre tes dan post tes, masteri tes, tes diagnostik, tes prestasi, tes formatif, dan sumatif.

e.       Tes hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah mengacu pada kelompok (norm reference, standar relatif) ataukah mengacu pada patokan tertentu (creterion reference, standar mutlak).

f.       Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

2.4 Penggolongan Tes Hasil Belajar

Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan, tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan.

a. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik. Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur perkembangan peserta didik, tes dapat dibedakan menjadi enam golongan:

1) Tes seleksi. Sering dikenal dengan istilah “ujian saringan”. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, hasil digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.

 2) Tes awal. Dikenal dengan istilah pre-test. Tes ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi atau bahan pelajaran yang diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik

3)  Tes akhir. Sering disebut dengan post-test. Dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik.

4)  Tes diagnostik. Adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu.

5) Tes formatif (ulangan harian). Tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah terbentuk setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

6) Tes sumatif (ulangan umum/akhir). Tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan.

b.         Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap.  Dilihat dari segi aspek kejiwaan yang ingin diungkap, tes setidaktidaknya dapat dibedakan menjadi lima golongan:

1) Tes intelegensi. Yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.

2) Tes kemampuan. Yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar yang dimiliki oleh teste.

3) Tes sikap, yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya.

4) Tes kepribadian. Yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri khas dari seseorang, seperti gaya bicara, cara berpakaian, dan lain-lain.

5) Tes hasil belajar. Sering dikenal dengan istilah tes pencapaian. Yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar.

c.         Penggolongan Lain-lain

1) Dilihat dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

a) Tes individual, yakni tes dimana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja

b) Tes kelompok, yakni tes dimana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee

2) Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

a)  Power test, yakni tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi.

b) Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.

3) Dilihat dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:

a) Verbal test, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun tertulis.

b) Nonverbal test, yakni tes yang mneghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku, jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan tertentu.

4) Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

a) Tes tertulis, yakni jenis tes dimana tester dalam mengajukan butir pertanyaan dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.

b) Tes lisan, yakni tes dimana tester di dalam mengajukan pertanyaan dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawaban secara lisan pula.

2. 5 Ciri-ciri Tes yang Baik

Untuk mendapatkan suatu tes yang dapat dikatakan sistematis dan obyektif maka dalam menyusun tes itu harus didasarkan pada pedomanpedoman, kriteria-kriteria, dan norma-norma tertentu. Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:

a.      Validitas

Jika data yang dihasilkan dari sebuah instrument valid, maka dapat dikatakan bahwa instrument tersebut valid, karena dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya. Dapat disimpulkan bahwa jika data yang dihasilkan oleh instrument benar dan valid, sesuai kenyataan, maka instrument yang digunakan tersebut juga valid. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.

b.      Reliabilitas

Dapat dipercaya. Tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila dicoba berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (rangking) yang sama dalam kelompoknya.

c.       Objektivitas

Objektivitas berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi.

d.      Praktikabilitas

Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis (mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan oleh orang lain)

e.       Ekonomis

Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

 

Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Ngalim, 2002, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudjana, Nana, 2010, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suharsimi, Arikunto, 2011, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Widoyoko, Eko Putro, 2010, Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://ohmakalah.blogspot.com/2015/11/penilaian-hasil-belajar.html?m=1

http://sitizujamilah.blogspot.com/2014/07/konsep-dasar-penilaian-hasil-belajar.html?m=1

http://www.umpwr.ac.id/web/download/publikasi-ilmiah

https://www.academia.edu/11103155/Langkah-Langkah_Pelaksanaan-Penilaian/

 

Aksi nyata modul 1.2

Berikut adalah link aksi nyata modul 1.2 program guru penggerak angkatan 9 Link aksi nyata modul 2.1