BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terkadang kita sebagai manusia
selalu mengalami sebuah problem dalam kehidupan dan meminta nasihat untuk
mendapatkan gambaran bagaiman cara menyelesaikan permasalahan tersebut, dan
seringkali nasihat yang kita dapatkan adalah berbentuk sebuah teori sehingga
terucap komentar “teori dengan kenyataan berbeda”. Lalu apakah teori selalu
bertentangan dengan kenyataan ? sesungguhnya teori tidaklah bertentangan dengan
kenyataan. Karena teori sebenarnya diambil dari sebuah proses observasi dan
pengembangan pemikiran.
Banyak yang menganggap teori sesuatu
yang tidak penting dalam hal apapun. Itu terjadi karena yang paling penting
yaitu praktek atau kejadian real. Tidak terkecuali dalam hal sejarah. Berteori
adalah aktivitas mental untuk mengembangkan ide yang dapat menerangkan mengapa
dan bagaimana suatu itu bisa terjadi dan korelasi dari sebuah kejadian. Dalam
sejarah adanya teori sangatlah diperlukan. Dengan adanya teori seorang
sejarawan bisa mengemukakan suatu kejadian sejarah sesuai dengan fakta sejarah
dan melalui proses dalam metode sejarah. Teori dan sejarah jika dipisahkan
sebenarnya saling berkaitan. Teori merupakan serangkaian konsep yang memiliki
hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu dengan
cara merinci hubungan sebab-akibat yang terjadi (Erwan dan Dyah : 2007).
Sedangkan sejarah yaitu runtutan peristiwa yang terjadi pada sebuah kejadian
(Abramiwitz).
Penejelasan diatas menunjukan
seorang sejarawan sangatlah memerlukan suatu teori sejarah untuk mengungkapkan
suatu peristiwa yang terjadi di masa lalu. Teori dijadikan suatu patokan untuk
mengambil fakta-fakta, kesimpulan, serta acuan dalam mengambil sebuah keputusan.
Sebuah teori dapat berupa pemikiran-pemikiran sejarawan yang menunjukkan suatu
kejadian pada masa lalu. Oleh karena itu pemakalah akan menulis makalah dengan
judul “TEORI-TEORI SEJARAH”
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian teori dan sejarah ?
2.
Jelasnkan pokok-pokok pikiran
tentang teori sejarah ?
3.
Jelaskan manfaat dan fungsi teori
sejarah terhadap ilmu pengetahuan ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui makna teori dan sejarah
2.
Mengetahui pokok-pokok pikrian
tentang teori sejarah
3.
Menjelaskan bagaimana manfaat dan fungsi
teori sejarah terhadap ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori dan Sejarah
1.
Pengertian
Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variable, definisi dan dalil
yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai
fenomena dengan menentukan hubungan antar variable, dengan menentukan hubungan
antar variable, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan
Hagedorn mendefinisikan sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka
definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan
pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti berbeda-berbeda pada bidang-bidang
pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi.
Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan
fakta yang lain pada sekeumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan
teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara “sementara” dan bukan
merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori
berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda
dengan penarikan kesimpulan.
2.
Pengertian
Sejarah
Sejarah dalam bahasa Yunani berasal dari historia yang berarti
penyelidikan, pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian. menurut istilah
sejarah adalah studi tentang masa lalu, khususnya bagaimana kaitannya dengan
manusia. Dalam bahasa Indonesia sejarah babad, hikayat, Riwayat, atau tambo
dapat diartikan sebagai kejadian pada masa lampau atau asal usul (keturunan)
sisilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah. ini merupakan istilah umum
yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu serta penemuan, koleksi, organisasi
dan penyajian informasi mengenai peristiwa ini.
Sejarah juga dapat mengacu pada bidang akademis yang menggunakan
narasi untuk memeriksa dan menganalisis urutan peristiwa masa lalu, dan secara
objektif menetukan pola sebab dan akibat yang menentukan mereka. Ahli sejarah
terkadang memperdebatkan sifat sejarah dan kegunaannya dengan membahas studi
tentang ilmu sejarah sebagai tujuan itu sendiri dan sebagai cara untuk
memberikan “pandangan” pada permasalahan masa kini.
B. Pokok Pikiran Teori Sejarah
Teori-teori Sejarah
Teori sangat esensial dalam
kajian tentang fenomena baik pada masa lalu maupun sekarang. Namun untuk ilmu
sejarah, kedudukan teori menjadi cukup menimbulkan perdebatan sengit terutama
antara aliran empirisme dan aliran idealis mengenai penerapan hukum umum (general
law) dan teori generalisasi (generalizing theory) dalam kajian sejarah.
1.
Teori Gerak Siklus
Sejarah (Ibnu Khaldun)
Ibnu Khaldun (1332-1406)
sejarawan dan filsosof sosial Islam kelahiran Tunisia yang meupakan penggagas
pertama dalam teori siklus ini, khususna dalam sejarah pemikiran manusia,
terutama dari dimensi sosial dan filosofis pada umumnya. Karya monumentalnya
adalah Al-Muqaddimah(1284 H), yang secara orisinal dan luas
membahas kajian sejarah, budaya, dan sosial.
Adapun inti atau pokok-pokok pikiran dalam teori Khaldun
tersebut, sebagai dikemukakan dalam Al-Muqaddimah itu sebagai
berikut:
a.
Kebudayaan adalah masyarakat manusia yang
dilandaskan di atas hubungan antara manusia dan tanah di satu sisi,
dan hubungan manusia dengan manusia lainnya di sisi lain yang
menimbulkan upaya mereka untuk memecahkan kesulitan-kesulitan
lingkungan, mendapatkan kesenangan dan kecukupan dengan membangun industri,
menyusun hukum, dan menertibkan transaksi.
b.
Bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat
fase, yaitu (1) fase primitif atau nomaden, (2)fase
urbanisasi, (3) fase kemewahan, dan (4) fase kemunduran yang
mengantarkan kehancuran.
c.
Kehidupan fase primitif atau nomadenadalah
bentuk kehidupan manusia terdahulu (tertua) yang pernah ada. Pada masa ini
sifat kehidupan kasar namun diwarnai oleh keberanian dan ketangguhan yang
mendorong mereka untuk menundukkan kelompok-kelompok lain. Selain itu pada masa
ini juga pada kelompok-kelompok tersebut tumbuh solidaritas, ikatan, dan
persatuan yang menopang mereka meraih kekuasaan dan kesenangan.
d.
Dalam fase kedua (urbanisasi), pembangunan yang mereka
lakukan tetap berlangsung sehingga perkembangan kebudayaan semakin maju
khusunya di kota-kota.
e.
Pada fase ketiga (kemewahan), banyak kelompok yang
tenggelam dalam masa kemewahan, di mana pada fase ini dicirikan oleh beberapa
indikator, seperti; ketangguhan dalam mempertahankan diri, memperoleh kemewahan
dalam kekayaan, keinginan untuk hidup bebas, mengejar nafsu kepuasan dan
kesenangan, namun di pihak lain ada juga yang menghendaki pada kesederhanaan.
Akibatnya terjadi friksi dan solidaritas mereka menjadi melemah.
f.
Pada fase kemunduran, kerajaan,
pemerintahan melalaikan urusan kenegaraan / pemerintahan dan kemasyarakatan,
yang mempercepat kehancuran di mana ditandai ketidakmampuannya dalam mempertahankan
dirinya lag. Ini pertanda usainya daur kultural dalam sejarahnya dan bermulanya
daur baru dan begitu seterusnya (Al-Sharqawi, 145-146).
g.
Biasanya kelompok-kelompok
yang terkalahkan akan selalu mengekor kepada kelompk-kelompok
yang menang, baik dalam slogan, pakaian, kendaraan, dan tradisi
lainnya.
2.
Teori Daur Kultural
Spiral(Giambattista Vico)
Nama filosof sejarah Italia
Giambattista Vico (1668-1744) memang jarang dikenal, padahal jasanya begitu
besar terutama dalam teorinya tentang gerak sejarah ibaratdaur cultural
spiral yang dimuat dalam karyanya The New Science (1723)
yang telah diterjemahkan Down tahun 1961. Atau mungkin karena teorinya yang
sering diidentikkan dengan teori siklus di mana nama-nama besar tokoh lainnya
seperti Pitirim Sorokin (1889-1966), Oswald Spengler (1880-1936), Arnold
Toynbee (1889-1975), melebihi bayangan nama besarnya. Secara
makro, pokok-pokok pikiran Vico yang tertuang
dalam teori daur spiralnya dalam The New Science (dalam Downs,
1961: 113; Al-Sharqawi, 1986: 147-148) tersebut sebagai berikut:
a. Perjalanan sejarah bukanlah seperti roda
yang berputar mengitari dirinya sendiri
sehingga memungkinkan seorang filosof meramalkan
terjadinya hal yang sama pada masa depan.
b. Sejarah
berputar dalam gerakan spiral yang mendaki dan selalu memperbaharui
diri, seperti gerakan pendaki gunung yang mendakinya melalui jalan
melingkar ke atas di mana setiap lingkaran selanjutnya lebih tinggi dari
lingkaran sebelumnya, sehingga ufuknya pun semakin luas dan jauh.
c. Masyarakat
manusia bergerak melalui fase-fase perkembangan tertentu dan terjalin erat
dengan kemanusiaan yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam tiga fase yaitu;
fase telogis, fase herois, dan fase humanistis.
3. Teori Daur Kultural
Spiral (Giambattista
Vico)
Arnold Toynbee (1889-1975)
seorang sejarawan Inggeris yang ia juga pendukung teori siklus ⎯.lahir-tumbuh-mandek-hancur. Seperti halnya Khaldun yang dikenal
sebagai “jenius Arab”, Toynbee melihat bahwa proses lahir-tumbuh mandek-dan
hancur sustu kehidupan sosial, lebih ditekankan pada masyarakat atau
peradaban sebagai unit studinya yang lebih luas dan komprehensif, daripada
studi terhadap sesuatu bangsa maupun periode tertentu. Pemikiran-pemikiran
Toynbee yang cemerlang itu dituangkan dalam karya monumentalnya terbit sebanyak
12 jilid.dan ringkasan dari karyanya itu adalah A Study of History.Pokok-pokok
pikiran dari teori tantangan dan tanggapan (challenge and response)
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
Menurut Toynbee
terdapat 21 pusat peradaban di dunia (misalnya peradaban; Mesir kuno, India,
Sumeria, Babilonia, dan peradaban Barat atau Kristen). Enam peradaban muncul
serentak dari masyarakat primitif: Mesir, Sumeria, Cina Maya, Minoa (di P.Kreta)
dan India. Masing-masing muncul secara terpisah dari yang lain, dan
terlihat di kawasan luas yang terpisah. Semua peradaban lain berasal
dari enam peradaban asli ini. Sebagai tambahan, sudah ada
tiga peradaban gagal (peradaban Kristen Barat Jauh, Kristen Timur Jauh,
dan Skandinavia), dan lima peradaban yang masih bertahan (Polinesia, Eskimo,
Nomadik, Ottoman, dan Spartan)..
Sebagai contoh, peradaban Mesir
muncul sebagai hasil tanggapan yang memadai atas tantangan yang berasal dari
rawa dan hutan belantara lembah Sungai Nil, sedangkan peradaban lain muncul
dari tantangan konflik antar kelompok.Berjenis-jenis tantangan yang berbeda
dapat menjadi tantangan yang diperlukan bagi kemunculan suatu peradaban.
Terdapat lima perangsang yang
berbeda bagi kemunculan peradaban, yakni kawasan yang ; (a) ganas, (b) baru;
(c) diperebutkan; (d) ditindas; (e) tempat pembuangan.
Kawasan yang ganas,
mengacu kepada lingkungan fisik yang sukar ditaklukkan, seperti yang disediakan
lembah S.Hoang Ho (Toynbee, 1961: 88).. Kawasan baru, mengacu
kepada daerah yang belum pernah dihuni dan diolah. Kawasan yang
diperebutkan, termasuk yang baru ditaklukkan dengan kekuatan militer.Kawasan
tertindas, menunjukkan suatu situasi ancaman dari luar yang
berkepanjangan. Kawasan hukuman/pembuangan, mengacu kepada kawasan
tempat kelas dan ras yang secara histories telah menjadi sasaran penindasan,
diskriminasi dan eksploitasi
Antara tantangan dan tanggapan
berbentuk kurva linear. Artinya, tingkat kesukaran yang sangat
besar dapat membangkitkan tanggapan memadai; tetapi tantangan ekstem dalam arti
terlalu lemah dan terlalu keras, tidak memungkinkan dapat membangkitkan
tanggapan yang memadai. Atau jika tantangan terlalu keras, peradaban bisa
hancur atau terhambat perkembangannya; dalam kasus seperti itu tantangan
mempunyai cukup kekuatan untuk mencegah perkembangan normal, meskipun tak cukup
keras sehingga menyebabkan kehancurannya.
Untuk terciptanya suatu tanggapan
yang memadai kriteria pertama adalah keras-lunaknya
tantangan. Kriteria kedua, kehadiran elit kreatif yang akan
memimpin dalam memberikan tanggapan atas tantangan itu. Sebab seluruh tindakan
sosial adalah karya indindividu-individu pencipta, atau yang terbanyak
karya minoritas kreatif itu (Toynbee, 1961: 214). Namun kebanyakan umat
manusia cenderung tetap terperosok ke dalam cara-cara hidup lama. Oleh karena
itu tugas minoritas kreatif bukanlah sematamatamenciptakan bentuk-bentuk proses
sosial baru, tetapi menciptakan caracara barisan belakang yang mandek itu
bersama-sama dengan mereka untuk mencapai kemajuan (Toynbee, 161: 215).
Untuk terciptanya suatu tanggapan yang memadai kriteria
pertama adalah keras-lunaknya tantangan. Kriteria kedua,
kehadiran elit kreatif yang akan memimpin dalam memberikan tanggapan atas
tantangan itu. Sebab seluruh tindakan sosial adalah karya indindividu-individu
pencipta, atau yang terbanyak karya minoritas kreatif itu (Toynbee, 1961:
214). Namun kebanyakan umat manusia cenderung tetap terperosok ke dalam
cara-cara hidup lama. Oleh karena itu tugas minoritas kreatif bukanlah
sematamatamenciptakan bentuk-bentuk proses sosial baru, tetapi menciptakan
caracara barisan belakang yang mandek itu bersama-sama dengan mereka untuk
mencapai kemajuan (Toynbee, 161: 215).
4.
Teori Dialektika Kemajuan (Jan
Romein)
Jan Marius Romein adalah
teoretisi dan sejarawan Belanda (1893-1962) yang pertama kalinya melihat gejala
lompatan dalam sejarah umat manusia sebagai suatu kecenderungan umum dalam
kemajuan maupun keberlanjutan. Pikiran-pikiran Jan Romein ini ditungkan dalam
”Dialektika Kemajuan” atau De Dialektiek van de Vooruitgang: Bijdrage
tot het ontwikkelingsbegrip in de geschiedenis(1935). Adapun pokok-pokok
pikiran teori Jan Romen tersebut sebagai berikut:
a. Gerak
sejarah umat manusia itu kebalikan dari berkembangnya secara berangsur-angsur
(evolusi), melainkan maju dengan lompatan-lompatan yang
dadakan sebanding dengan mutasi yang dikenal dalam dunia
alam hidup.
b. Suatu langkah baru dalam evolusi manusia itu
kecil kemungkinannya terjadi dalam masyarakat yang telah mencapai tingkat
kesempurnaan yang tinggi dalam arah tertentu. Sebaliknya kemajuan yang pernah
dicapai di masa lalu, mungkin akan berlaku sebagai suatu penghambat
terhadap kemajuan lebih lanjut (Wertheim, 1976: 58). Sebab, suatu
suasana yang puas diri dan adanya kepentingan yang bercokol pada
kelompok itu cenderung menentang langkahlangkah lebih jauh yang mungkin
menyangkut suatu perombakan menyeluruh terhadap lembaga-lembaga atau
perlengkapan yang sudah ada.
c. Dengan
demikian keterbelakangan dalam hal-hal tetentu dapat dijadikan sebagai suatu
keunggulan (situasi yang menguntungkan) untuk mengejar ketinggalannya.
Sebaliknya kemajuan yang relatif pesat di masa lalu, dapat berlaku
sebagai sebagai penghambat kemajuan. Inilah yang dinamakanDialektika
Kemajuan (Dialectics of Progress)
5.
Teori
Despotisme Timur (Wittfogel)
Karl Wittfogel penulis buku Oriental
Despotism (1957) mengemukakan teori-teorinya sebagai berikut:
a. Cara
produksi Asiatis, yang menurut pendapatnya khas pada masyarakatmasyarakat yang berdasar
irigasi besar-besaran, telah menimbulkan suatu garis lain dalam perspektif
evolusi.
b. Masyarakat-masyarakat hidrolis, tidak
mesti dicirikan oleh irigasi, tetapi dalam hal-hal tertentu oleh
bangunan-bangunan drainase besar-besaran, adalah tipikal Despotisme Timur, yang
menjalankan dan perintah dengan kekuasaan total oleh suatu
birokrasi yang bercabang luas dan terpusat, serta secara tajam mesti dibedakan
dari masyarakat feudal, seperti dikenal dalam masyarakat di Eropa Barat dan
Jepang. Bila masyarakat-masyarakat feudal memungkinkan suatu perkembangan
menuju kapitalisme borjuis, maka birokrasi-birokrasi Asiatis itu mencakup Tsar
Rusia, sama sekali tidak cocok bagi perkembangan apapun menuju suatu struktur
yang lebih modern.
c. Struktur-struktur politik
baru yang dilahirkan di kerajaan-kerajaan despotis Timur di masa lalu, (Rusia
dan Cina) sebenarnya tidak dapat dipandang sebagai suatu sub-tipe dari suatu
masyarakat modern atau sebagai sesuatu yang baru, melainkan hanya merupakan
salinan-salinan dari despotismedespotisme Timur tradisional, di mana
kemungkinan-kemungkinan untuk menjalankan kekuasaan mutlak
dan terror, telah berkembang hingga tingkat yang luar biasa
tingginya (Wittfogel, 1957: 438).
Doktrin ini bermaksud menunjukkan bahwa Uni Soviet (sekarang
Rusia) maupun Cina tidak dapat menawarkan apapun yang mungkin diinginkan oleh
bangsa-bangsa lain , dan bahwa jalan satu-satunya kearah kemajuan adalah
mengikuti garis “peradaban modern yang berdasarkan hak milik”. Dan, garis ini
menurut Wittfogel, tampaknya tidak lagi menuju pada sosialisme, melainkan hanya
“bergerak menuju suatu masyarakat polisentrisme dan demokratis”, di mana
kompleks-kompleks birokrasi yang lebih besar saling mengendalikan satu sama
lain (Wittfogel, 1957: 366-367). Meminjam istilah Karl Popper memalui
masyarakat “terbuka”.
Struktur-struktur politik
baru yang dilahirkan di kerajaan-kerajaan despotis Timur di masa lalu, (Rusia
dan Cina) sebenarnya tidak dapat dipandang sebagai suatu sub-tipe dari suatu
masyarakat modern atau sebagai sesuatu yang baru, melainkan hanya merupakan
salinan-salinan dari despotismedespotisme Timur tradisional, di mana
kemungkinan-kemungkinan untuk menjalankan kekuasaan mutlak
dan terror, telah berkembang hingga tingkat yang luar biasa
tingginya (Wittfogel, 1957: 438).
Doktrin ini
bermaksud menunjukkan bahwa Uni Soviet (sekarang Rusia) maupun Cina tidak dapat
menawarkan apapun yang mungkin diinginkan oleh bangsa-bangsa lain , dan bahwa
jalan satu-satunya kearah kemajuan adalah mengikuti garis “peradaban modern
yang berdasarkan hak milik”. Dan, garis ini menurut Wittfogel, tampaknya tidak
lagi menuju pada sosialisme, melainkan hanya “bergerak menuju suatu masyarakat
polisentrisme dan demokratis”, di mana kompleks-kompleks birokrasi yang lebih
besar saling mengendalikan satu sama lain (Wittfogel, 1957: 366-367). Meminjam
istilah Karl Popper memalui masyarakat “terbuka”.
6. Teori Perkembangan
Sejarah dan Masyarakat (Karl Marx)
Karl Heinrich Marx (1818-1883) dilahirkan
di Trier distrik Moselle, Prusian Rhineland pada 5 Mei 1818. Ia berasal berasal
dari silsilah panjang rabbi, baik garis ayah maupun ibunya. Ayahnya
seorang pengacara terhormat dan menikah dengan Jenny anak tokoh sosialis awal
Baron von Wesphalen , pertamanya masuk ke University Bonn, tahun berikutnya ia
pindah ke University of Berlin. Di universitas ia menjadi pengikut filsafat
Hegelianisme. Marx bercitacita menjadi pengajar di universitas, dan ia
mendapatkan gelar doktornya mengenai filsafat pasca Aristotelian Yunani
(McLellan, 2000: 618).
Teori-teorinya tentang gerak sejarah dan maysarakat, tertuang
dalam Die Deutch Ideologie (Idelogi Jerman) tahun
1845-1846, yang secara ringkas dikemukakan oleh Shaw, (2000: 622-623). Sebagai
berikut:
a. Struktur
ekonomi masyarakat yang ditopang oleh relasi-relasinya dengan produksi,
merupakan fondasi riil masyarakat. Struktur tersebut sebagai dasar munculnya
”suprastruktur hukum dan politik, dan berkaitan bentuk tertentu dari kesadaran
sosial”.Di sisi lain, relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri berkaitan
dengan tahap perkembangan tenaga-tenaga produktif material
(masyarakat). Dalam kerangka ini model produksi dari kehidupan material akan
mempersiapkan proses kehidupan sosial, politik, dan intelektual pada umumnya.
b. Konflik-konflik
itu terselesaikan sedemikian rupa sehingga menguntungkan
tenaga-tenaga produktif, lalu muncul relasi-relasi produksi yang baru dan lebih
tinggi yang persyaratan materiilnya telah ”matang” dalam rahim masyarakat itu
sendiri. Masyarakat dan pemerintahan kelas memang tidak terhindarkan sekaligus
diperlukan untuk memaksa produktivitas para produsen agar melampaui tingkat
subsitensinya. Namun kemajauan produktif yang dihasilkan kapitalisme tersebut
menghancurkan kelayakan dan landasan historis pemerintahan kelas. Karena negara
merupakan alat suatu kelas untuk mengamankan pemerintahannya, maka negara akan
melemah dalam masyarakat pasca kelas.
c. Relasi-relasi
produksi yang lebih baru dan lebih tinggi ini mengakomodasi secara lebih baik
keberlangsungan pertumbuhan kapasitas produksi masyarakat. Di sinilah model
produksi borjuis mewakili era progresif yang paling baru dalam formasi ekonomi
masyarakat, tetapi hal ini merupakan bentuk produksi antagonistik yang
terakhir. Dengan matinya bentuk produksi tersebut, maka prasejarah kemanuaisaan
berakhir.
e. Di
sinilah kapitalisme akan hancur oleh hasratnya sendiri untuk meletakkan
masyarakat pada tingkat produktif yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Selain itu perkembangan tenaga-tenaga produktif yang membayangkan
munculnya kapitalisme sebagai respons terhadap tingkat tenaga produktif pada
awal mula terbentuk.
f. Dengan
demikian perkembangan kapasitas produktif masyarakat menentukan corak utama
evolusi yang dihasilkan, yang pada gilirannya menciptakan institusi-institusi
hukum dan politik masyarakat atau suprastruktur
7. Teori
Feminisme (Wollstonecraft)
Mary Wollstonecraft dilahirkan di
Inggeris tahun 1759, adalah seorang miskin yang berasal dari keluarga yang “berantakan”
karena ayahnya pecandu berat peminum alkohol yang kronis. Sebagai seorang
pemikir otodidak yang berani dan radikal, Wollstonecraft menulis
beberapa buku. Buku yang pertama ia tulis adalahThoughts on the
Educations of Daughters. Pada tahun 1785 ia beralih profesi sebagai penulis
wanita.
Isi pokok pemikiran Wollstonecraft, adalah:
a. Salah
satu ciri yang paling universal sekaligus mencolok adalah subordinasi wanita
atas pria. Sekalipun hari ini banyak kemajuan-kemajuan politik dan budaya yang
diperolehnya tetap masyarakat menempatkan subordinat posisi pria.
b. Dalam
beberapa segi, hal ini disebabkan oleh kaum wanita itu sendiri yang
berprasangka buruk terhadap kapabilitas bakat-bakat dan kapasitas-kapasitas
mereka sendiri ⎯ sebuah
pandangan yang diajukan oleh banyak penulis dan pemikir pembenci wanita.
c. Padahal
pria dan wanita sama-sama mampu berna;ar dan memperbaiki diri. Meski demikian
kapasitas wanita bagi tindakan rasional, bagi keseluruhan sejati, telah
dikurangi oleh beragamnya institusi sosial dan tuntutan-tuntutan budaya.
d.
Masyarakat
dan aum pria telah membatasi kesempatan-kesempatan yang dimiliki wanita untuk
menggunakan kemampuan alaminya bagi kebaikan masyarakat.
e. “Keluhuran-keluhuran
jinak” dan “kesenagan-kesenangan hampa” telah mendorong kaum wanita berfokus
pada penyanjungan dan penyenangan pria, yang dapat menjauhkan wanita untuk
berkontribusi pada kehidupan moral, budaya, dan politik.
f. Wanita
tidak boleh memiliki status “inferior” sekalipun penyebabnya oleh kaum wanita
itu sendiri yang begitu pasrah menerima citra mereka yang tidak menguntungkan
diri.
g. Semakin
baik pendidikan mereka, semakin baik wanita menjadi warganegara,
istri, dan ibu. Wanita terdidik adalah orang-orang yang lebih rasional dan
lebih luhur.
C. Manfaat dan Fungsi Teori Sejarah Terhadap Ilmu Pengetahuan
1. Manfaat teori sejarah
Terdapat beberapa manfaat dalam teori sejarah terhadap ilmu
pengetahuan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Membantu kita menemukan masalah-masalah yang hendak diteliti
b. Menyajikan
kategori-kategori dalam pengorganisasian data
c. Menyediakan
hipotesis-hipotesis dengan berbagai interpetrasi data yang dapat diuji
d. Dijadiakn dasar
dalam pembuktian data
2. Fungsi
teori sejarah
a.
Teori Sebagai Orientasi
Pada fungsi ini teori
bergunan untuk menetapkan fakta-falta sejarah yang sebelumnya belum relevan
menjadi relevan. Apabila kita melakukan penelitian sejarah kita sangat perlu
terhadap teori sebagai orientasi karena kita dapat menemukan mana fakta sejarah
yang relevan dan yang tidak relevan.
b.
Teori sebagai konseptualisasi dan klarifikasi
Pada fungsi ini teori
berguna sebagai hubungan antara konsep-konsep yang akan digunakan tugas
utamanya yaitu mengembangkan system klarifikasi dan struktur konsep-konsep
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa teori
dan konsep ilmu sejarah ialah konsep-konsep atau pemikiran-pemikiran tentang
segala bentuk pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan terbukti
kebenarannya berdasarkan pengalaman empiric dari masa lalu yang kemudian
menjadi acuan untuk masa sekarang dan proses yang akan datang.
Teori-teori
sejarah mengungkap bagaimana pola gerak sejarah yang terjadi dari masa lalu,
dan secara umum memiliki pola siklus atau spiral. Dari teori-teori tersebut
mengungkap bahwa bagaimana proses perubahan kehidupan manusia dalam objek
kajian sejarah yang dimulai pada tingkat awal, pertengahan, keemas an dan akhir
dari peradaban tersebut yang kemudian ini menurut para ahli menjadi pola dan
konsep teori gerak sejarah.
Uraian tentang cerita sejarah pada umumnya hanya
memberikan sekedar penjelasan. Penjelasan itu hanya sekedar memberikan
pengertian tentang sejarah agar dapat dimengerti bahwa sejarah itu suatu ilmu
yang penting dan mulia. Masalah manusia adalah masalah sejarah. Setelah
memiliki sekaedar pengetahuan tentang ilmu sejarah, maka kesadaran manusia
tentang sejarah dapat diperjuangkan untuk membangkitkan semangat juang bagi
kepentingan bangsa dan negara.
Sehingga teori dalam sejarah sangatlah penting bagi
seoarang sejarawan. Terlebih dalam hal penelitian untuk mencari fakta serta
dalam penyusunan fakta-fakta sejarah hal ini karena berkaitan dengan acuan atau
patokan dalam sebuah penelitian. teori dalam sejarah juga memberikan manfaat
dan fungsinya dalam ilmu pengetahuan.
B.
Saran
Makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga masih banyak hal yang perlu dikritisi
oleh para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
https://falkonirizal.blogspot.com/2017/01/makalah-teori-teori-sejarah.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 pukul 17.10 WIB)
-
http://historiasejarah2k15.blogspot.com/2015/10/teori-teori-sejarah.html (diakses pada tanggal 20 Oktober 2020 pukul 17.30 WIB)
-
http://id.wikipedia.org/wiki/sejarah ( diakses pada hari sabtu tanggal 10-10-2020. Pukul 17.15.
-
http://id.wikipedia.org/wiki/teori
(diakses pada hari sabtu tanggal 10.10.2020)