BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 pasal
31 ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
suatu sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan,
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan
undang-undang. Menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang disebut manusia
berkualitas yaitu manusia yang terdidik, beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Dengan demikian,
pendidikan nasional seharusnya dapat berfungsi secara optimal sebagai wahana
utama dalam membangun karakter bangsa.
Salah
satu bagian dari sistem pendidikan nasional adalah Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS). Sebutan sebagai pengetahuan sosial atau Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
baru diketahui secara formal ketika kita memasuki pendidikan di sekolah. Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dianggap sebagai ilmu yang mempelajari manusia serta
memetakan sejauh mana manusia itu saling berhubungan antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok maupun kelompok dengan kelompok.
Di
Indonesia IPS menjadi salah satu mata pelajaran pada sekolah dasar (SD) sejak
tahun 1975 dan masih berlangsung hingga sekarang. Latar belakang dimasukkannya
bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah
karena pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau,
termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan 30 September
1965, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan
tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada
masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan
menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah
tersebut antara lain: a) kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan
kesempatan belajar, b) Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan, c)
Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan, d) Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber
daya dan dana, dan e) Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga
produktif bagi kepentingan pembangunan nasional. Seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi mata pelajaran IPS mengalami beberapa kali
pembaharuan kurikulum. Pembaharuan ini menyebabkan terjadinya pengembangan kurikulum IPS baik dari segi materi,
tujuan, metode, dan evaluasi.
Tujuan
pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), secara umum dikemukakan oleh
Waterwroth, dalam Rahmad yaitu untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, dimana secara tegas ia
mengatakan "to prepare students to
be well-functioning citizens in a democratic society".7
Selanjutnya, Clark dalam bukunya “Social
Studies in Secondary School”: A Hand Book, menyatakan bahwa IPS
menitikberatkan pada perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan
sosialnya, manusia dengan segala kegiatannya dan interaksi antar mereka.
Peserta didik diharapkan dapat menjadi anggota yang produktif, berpartisipasi
dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab, tolong menolong
dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan nilai-nilai dan ide-ide dari
masyarakatnya.
Secara
teori pada tingkat satuan pendidikan sekolah dasar, capaian tujuan pembelajaran
IPS adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan (knowledge), sikap dan nilai (attitudes
and values) dan keterampilan (skill)
yang membantunya untuk memahami lingkungan sosialnya. Namun faktanya peserta
didik belum memaksimalkan capaian tujuan pembelajaran IPS terutama penerapannya
pada lingkungan sosial masyarakat. Hal ini menunjukkan pembelajaran IPS belum
efektif mengintegrasikan teori dan pengalamannya, bahkan cenderung dianggap
bidang studi yang membosankan oleh peserta didik.
Pembelajaran
IPS sering dianggap pembelajaran yang membosankan sehingga terliihat beberapa
penyimpangan yang dilakukan peserta didik seperti membolos, meninggalkan kelas,
mengantuk ketika guru menjelaskan dan mengobrol dengan teman ketika guru sedang
menjelaskan materi. Hal seperti itu dapat terjadi karena pembelajaran yang
digunakan yaitu pembelajaran yang memfokuskan pada guru bukan pada peserta
didik, sehingga peserta didik hanya mendengarkan penjelasan dari guru tanpa
melakukan aktivitas lain yang dapat membangun semangat belajar.
Dalam
rangka meningkatkan keefektifan pembelajaran IPS, pemerintah beberapa kali
melakukan pembaharuan kurikulum, khususnya kurikulum pendidikan. Tercatat
kurikulum pendidikan nasional telah mengalami beberapa kali pengembangan, yaitu
pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Menurut Sukmadinata “Kurikulum (curriculum) merupakan suatu rencana
pendidikan yang memberi pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan
isi dalam proses pendidikan”. Dalam sebuah kurikulum memuat suatu
tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem pendidikan. Untuk itu tujuan dalam
suatu kurikulum memegang peranan yang sangat penting, karena tujuan
Melalui
perkembangan dan perubahan kurikulum yang pernah ada, kami pemakalah berusaha mengkaji mengenai mata pelajaran IPS
dalam Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi dan kurikulum yang berbasis pada
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) pada tingkat Sekolah Dasar.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi?
2. Bagaimana
Implementasi Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi ?
3. Bagaimana
Implementasi KKNI dalam Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Untuk
mengetahui Implementasi Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar dalam
Kurikulum KBK .
3. Untuk
mengetahui Implementasi KKNI dalam Pendidikan Ilmu pengetahuan Sosial di
Sekolah Dasar.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Perkembangan Kurikulum IPS SD Tahun 2004 /
KBK
1.
Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004)
Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency-Based
Curriculum) adalah kurikum pendidikan yang menjadikan kompetensi sebagai acuan
pencapaian tujuan pendidikan (Competency-Based Curriculum). (Nurhadi, Burhan
Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2004 : 111).
Dari
pengertian tersebut di atas dapat disimpulan bahwa Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dalam pencapaian tujuan pendidikan menggunakan strategi
pembelajaran agar peserta didik bisa terhadap pelajaran yang telah dipelajari
bukan hanya sekedar tahu.
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, kurikulum dalam
dunia pendidikan di
Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau
sudah ada sekolah yang mulai
menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi,
sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994,
perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam kurikulum terdahulu, para murid dikondisikan dengan
sistem caturwulan. Sedangkan dalam
kurikulum baru ini, para siswa dikondisikan dalam sistem semester. Dahulu pun, para murid
hanya belajar pada isi materi pelajaran belaka, yakni menerima materi dari guru
saja. Dalam kurikulum 2004 ini, para murid dituntut aktif mengembangkan
keterampilan untuk menerapkan IPTek tanpa meninggalkan kerja sama dan
solidaritas, meski sesungguhnya antar siswa saling berkompetisi. Jadi di sini,
guru hanya bertindak sebagai fasilitator, tetapi meski begitu pendidikan yang
ada ialah pendidikan untuk semua. Dalam kegiatan di kelas, para siswa bukan
lagi objek, tetapi subjek. Dan setiap kegiatan siswa ada nilainya. mulai di
berlakukan pula wajib pramuka sebagai nilai tambah ekstrakulikuler.
Sejak tahun ajaran 2006/2007, diberlakukan kurikulum baru
yang bernama Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, yang merupakan
penyempurnaan Kurikulum 2004. Kurikulum berbasis kompetensi lahir sebagai
respon dari tuntutan reformasi. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam
bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari. Kompetensi
mengandung beberapa aspek yaitu: knowledge, understanding, skill, value,
attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini
diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
materi-materi yang telah dipelajarinya. Adapun kompentensi sendiri
diklasifikasikan menjadi:
1.
Kompetensi lulusan (dimiliki setelah lulus);
2.
Kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata
pelajaran);
3.
Kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu
topik/konsep);
4.
Kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam
menyelesaikan persoalan);
5.
Kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan
dunia kerja);
6.
Kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya
masyarakat Indonesia);
7.
Kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki
siswa).
KBK memiliki empat komponen, yaitu: (1) kurikulum dan hasil
belajar (KHB), (2) penilaian berbasis kelas (PBK), (3) kegiatan belajar
mengajar (KBM), (4) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah
(PKBS). KHB berisi tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa
yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18
tahun. PBK adalah melakukan penilaian secara seimbang di tiga ranah,
dengan menggunakan instrumen tes dan non tes, yang berupa portofolio, produk,
kinerja, dan pencil test. KBM diarahkan pada kegiatan aktif siswa dala
membangun makna atau pemahaman, guru tidak bertindak sebagai satu-satunya
sumber belajar, tetapi sebagai motivator yang dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara penuh dan optimal. PKBS
memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lain
untuk meningkatkan mutu hasil belajar.
2. Landasan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK)
Landasan pengembangan KBK
antara lain:
a. Landasan
Yuridis
Beberapa hal yang merupakan landasan yuridis munculnya KBK yaitu:
1)
UUD 1945 dan perubahannya.
2)
Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN
3)
Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4)
Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
b. Landasan Empiris
Beberapa hal yang menjadi
landasan empiris lahirnya KBK, yaitu:
1)
Adanya berbagai ketimpangan dalam kehidupan, seperti moral,
akhlak, jati diri bangsa, sosial dan politik, serta ekonomi.
2)
Semakin terbatasnya sumber daya dan kesempatan untuk memperoleh
pekerjaan dan kehidupan yang layak pada tingkat lokal, nasional, dan
persaingan pada tingkat global.
3)
Perkembangan IPTEK dan dampaknya terhadap kehidupan.
4)
Secara umum, hasil pendidikan kita belum memuaskan. Hal ini
tercermin pada laporan beberapa lembaga internasional berkenaan dengan tingkat
daya saing SDM kita dengan negara-negara lain.
c. Landasan Teoritis
Pengembangan KBK dilandasi oleh
pertimbangan teoritis sebagai berikut: munculnya Konstruktivisme yang
menganggap bahwa siswa belajar melalui proses membangun ilmu pengetahuannya
sendiri sehingga guru berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan siswa
dapat menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan, atau sikap sebagai target
pencapaian belajar.
3. Prinsip Pelaksanaan dan Pengembangan KBK
Beberapa prinsip yang mendasari
pelaksanaan dan pengembangan KBK antara lain sebagai berikut :
1. Keimanan, nilai dan Budi Pekerti Luhur. Keyakinan dan
nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti
kehidupannya. Keimanan, nilai-nilai dan budi pekerti luhur perlu digali,
dipahami, dan diamalkan oleh siswa.
2. Penguatan Identitas Nasional. Penguatan Identitas Nasional
dicapai melalui pendidikan yang
memberikan pemahaman tentang kemajuan peradaban Bangsa Indonesia dalam tatanan
peradaban dunia yang multikultur dan multibahasa.
3. Kesimbangan etika, logika dan kinestika. Kesimbangan pengalaman
belajar siswa yang multi etika, logika, estetika dan kinestika sangat
dipertimbangkan dalam menyusun Kurikulum dan Hasil Belajar.
4. Adaptasi terhadap abad pengetahuan dan teknologi. Kemampuan
berfikir dan belajar mengakses, memilih dan menilai pengetahuan untuk mengatasi
situasi yang cepat berubah dan penuh dengan ketidakpastian merupakan kompetensi
penting dalam menghadapi abad ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Pengembangan
kurikulum dan hasil belajar mengupayakan pencapaian kompotensi.
5. Mengembangkan ketrampilan hidup. Kurikulum dan hasil belajar
memasukkan unsur ketrampilan hidup agar siswa memiliki ketrampilan, sikap dan
perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan
tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif.
6. Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan
komprehensif. Mengupayakan kemandirian siswa untuk belajar, bekerja sama dan
menilai diri sendiri agar siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya.
Penilaian berkelanjutan dan komprehensif menjadi sangat penting dalam dunia
pendidikan.
7. Kesamaan memperoleh kesempatan. Penyediaan kesempatan bagi semua
siswa untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap diutamakan. Seluruh
siswa dari berbagai kelompok termasuk kelompok yang kurang beruntung secara
ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus, berbakat dan unggul berhak
menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.
8. Belajar sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung sepanjang hidup
manusia untuk mengembangkan, menambah kesadaran dan selalu belajar memahami
dunia yang selalu berubah dalam berbagai bidang. Kurikulum dan hasil belajar
memberikan kemampuan belajar sepanjang hayat melalui pendidikan formal dan non
formal baik yang diselenggarakan pemerintah maupun non pemerintah.
9. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan. Semua pengalaman belajar
dirancang secara menyeluruh mulai dari TK sampai dengan kelas 12. Pendekatan
yang di guunakan mengakomodasi kebutuhan siswa, sekolah dan masyarakat yang
bervariasi. Keberhasilan pelaksanaan Kurikulum dan Hasil Belajar menuntut
pendekatan-pendekatan kemitraan antara siswa, guru, sekolah, orang tua,
perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat dalam perencanaan dan tanggung
jawab bersama untuk mencapai hasil belajar siswa.
4. Karakteristik KBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia
yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai
menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi,
sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya
pada cara para murid belajar di kelas. Karakteristik Kurikulum Berbasis
Kompetensi Dep.Dik.Nas (2002) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa secara individual
maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (Learning Outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi”.
5. Ilmu Pengetahuan Sosial Dalam KBK 2004
Dalam Pasal 37 UU Sisdiknas
dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada
didalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut dikemukakan pada
bagian penjelasan UU Sisdiknas Pasal 37 bahwa kajian IPS antara lain Ilmu Bumi,
Sejarah, Ekonomi, Kesehatan dan sebagainya dimaksudkan untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi sosial
masyarakat. Dengan adanya ketentuan
undang-undang yang mewajibkan IPS sebagai mata pelajaran dalam sistem
pendidikan di Indonesia telah menjadikan kedudukan IPS semakin jelas dan kokoh.
Hakikat pendidikan ilmu-ilmu sosial dalam KBK dijelaskan bahwa mata pelajaran
rumpun ilmu-ilmu sosial dengan menggunakan dimensi-dimensi ruang, waktu, dan
nilai-nilai/norma dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan
manusia secara keseluruhan berupaya memberikan pengetahuan dan mengembangkan
sikap dan keterampilan sosial siswa untuk dapat dijadikan dasar dalam
mengembangkan kemampuannya untuk beradaptasi sebagai upaya memperjuangkan
kelangsungan hidup yang harmonis, sejahtera, dan damai (Depdiknas, 2002).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa
untuk pemahaman akan dimensi ruang dalam ilmu sosial dimanfaatkanlah fakta,
konsep, dan generalisasi dalam ilmu geografi. Untuk pemahaman dimensi waktu
dimanfaatkan pula fakta, konsep, dan generalisasi ilmu sejarah. Sedangkan untuk
pemahaman dimensi nilai-nilai/norma, dimanfaatkan fakta-fakta, konsep, dan
generasilisasi ekonomi, sosiologi, dan antropologi. Dengan tegas dinyatakan
dalam KBK ini bahwa tidak seperti kelima ilmu bidang sosial di atas, ilmu-ilmu
sosial seperti hukum, politik, dan psikologi tidak diberikan secara tersendiri
dalam mata pelajaran ilmu sosial kecuali untuk membantu beberapa kajian yang
relevan. Dengan hakikat seperti itu, ruang lingkup substansi IPS dalam KBK
ditentukan mencakup: sistem sosial (Sosiologi); gejala alam dan kehidupan
(Geografi); sumber daya dan kesejahteraan (Ekonomi); kebudayaan (Antropologi);
waktu,kesinambungan, dan perubahan (Sejarah); serta perubahan masyarakat
(Sosiologi dan Antropologi) (Depdiknas, 2002).
Pembelajaran IPS dikatakan
bermakna apabila siswa belajar IPS dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan,
keyakinan, nilai-nilai, sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraannya
yang dapat bermanfaat langsung baik untuk diri pribadinya, kehidupannya di
masyarakat, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta untuk kepentingan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk ini pembelajaran IPS
haruslah menekankan pendalaman perkembangan ide-ide penting dalam cakupan topik
yang cukup esensial dalam pembelajaran ide-ide penting ini, sehingga mampu
meningkatkan pemahaman, apresiasi, dan kemampuan siswa mengaplikasikannya dalam
kehidupan. Kebermaknaannya akan tergantung pula bagaimana content pelajaran
dipelajari oleh siswa dan bagaimana aktivitas siswa dapat ditingkatkan. Untuk
ini tidaklah diperlukan materi yang banyak tetapi bersifat artifisial,
melainkan cukup yang esensial saja tetapi bermakna. Guru perlu melakukan
refleksi secara terus menerus untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai
belajar dan pembelajaran IPS.
Belajar dan pembelajaran IPS,
selanjutnya dikatakan integratif apabila pembelajaran IPS dapat dilakukan
melalui topik-topik dengan pendekatan bersifat multdisciplinei,
interdiscipline, dan crossdiscipline dengan memadukan pula pengetahuan,
keyakinan, nilai-nilai dan sikap, dan keterampilan sosial menjadi kompetensi
untuk bertindak. Materi pelajaran IPS juga mencakup materi lintas waktu, lintas
ruang, lintas nilai-nilai atau norma, dan lintas kurikulum. Belajar dan
pembelajaran IPS dikatakan berbasis nilai (value-based) apabila pembelajaran
IPS tidak hanya concern pada fakta-fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi
IPS semata, melainkan lebih memfokuskan pada etika di balik topik-topik yang
dikaji yang memungkinkan peserta didik membahas isu-isu kontroversial yang
menyediakan arena untuk refleksi bagi pengembangan kebajikan dan nilai-nilai
sosial. Belajar IPS berbasis nilai seperti ini menyadarkan siswa akan potensi
pembelajaran pada implikasi kebijakan sosial yang dengan demikian melatih siswa
berpikir kritis dan membuat keputusan terhadap beberapa isu-isu sosial.
B. Perkembangan Kurikulum
IPS Berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
1. Pengertian Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
Menanggapi berbagai permasalahan dan
tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Indonesia di sektor pendidikan dan
ketenagakerjaan tesebut maka pada akhir Tahun 2009 Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi KEMENDIKBUD, melalui kegiatan yang dikembangkan di dalam
lingkungan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (BELMAWA), mengambil
inisiatif yang sejalan dengan gagasan Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga
Kepelatihan, KEMENNAKERTRANS untuk mengembangkan kerangka kualifikasi di
tingkat nasional yang kemudian diberi nama Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia atau disingkat dengan KKNI. Selama periode pengembangan konsep-konsep
dasar KKNI tersebut, pihak-pihak di dalam lingkungan KEMENDIKBUD dan
KEMENNAKERTRANS serta pihak-pihak lain yang terkait seperti misalnya asosiasi
industri, asosiasi profesi, badan atau lembaga sertifikasi profesi, institusi pendidikan
dan pelatihan tingkat menengah dan tinggi, badan atau lembaga akreditasi, telah
diikutsertakan secara intensif untuk menjamin terciptanya suatu landasan
pengembangan KKNI yang handal dan komprehensif. KKNI diatur dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2012.
KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati
diri bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem
pelatihan kerja nasional dan sistem penilaian kesetaraan nasional, yang
dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumberdaya manusia dari capaian
pembelajaran, yang dimiliki setiap insan pekerja Indonesia dalam menciptakan
hasil karya serta kontribusi yang bermutu di bidang pekerjaannya masing-masing.
Istilah yang digunakan untuk menyatakan
kemampuan seseorang didalam deskripsi KKNI adalah “capaian pembelajaran”
(learning outcome). Hal ini selain untuk membedakan istilah “kompetensi” yang
digunakan oleh dunia profesi untuk menyatakan standar kemampuan dari profesi
tersebut dengan istilah “standar kompetensi”, juga digunakannya istilah
“sertifikat kompetensi”sebagai pernyataan kelulusan dari uji kompetensi.
Di dalam dunia pendidikan (dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003) kelulusan
jenis pendidikan akademik , vokasi , dan Pendidikan profesi, diberi “ijasah”
bukan ‘sertifikat kompetensi’. Dibutuhkan rumusan “learning outcomes”
(LO) lulusan prodi tertentu, yang sesuai dengan level KKNI nya, yang akan
digunakan sebagai acuan bagi program studi sejenis di seluruh Indonesia.
Rumusan tersebut merupakan pernyataan “kemampuan minimal” yang harus dimiliki
oleh setiap lulusan program studi tersebut.
Pada proses penyusunan konsep-konsep KKNI,
studi banding juga telah dilakukan ke berbagai negara untuk dapat mengembangkan
KKNI yang sebanding dengan kerangka kualifikasi negaranegara lain. Kesepadanan
antara KKNI dengan kerangka kualifikasi negara-negara lain sangat diperlukan
agar KKNI dapat dipahami dan diakui sebagai sebuah sistem kualifikasi yang
handal dan terpercaya. Selanjutnya, dengan adanya pengakuan dan kepercayaan
terhadap KKNI maka kerjasama atau program penyetaraan kualifikasi
ketenagakerjaan antara Indonesia dengan negara-negara lain akan lebih mudah
diwujudkan.
Indonesia menganut unified system atau
sistem terpadu. Capaian pembelajaran untuk jenis pendidikan akademik, vokasi
maupun profesi untuk jenjang kualifikasi yang sama atau setara, bahkan dapat
disetarakan dengan hasil pendidikan nonformal atau informal, mendapat perhatian
dalam KKNI. Oleh karena itu, KKNI di Indonesia disusun sebagai satu kesatuan
kerangka kualifikasi untuk seluruh sektor pendidikan, pelatihan, dan
ketenagakerjaan.
Sebagai sebuah kebijakan yang memiliki
implikasi luas di masyarakat, KKNI harus dikembangkan dengan teliti, disertai
dengan tahapan-tahapan yang jelas dan mendorong keikutsertaan semua pihak yang
berkepentingan dalam mengambil keputusan sehingga hasil-hasil yang dicapai
merupakan kesepakatan bersama. Implementasi KKNI diharapkan dapat: (a)
meningkatkan mutu pendidikan dan pelatihan nasional; (b) meningkatkan pengakuan
masyarakat internasional terhadap hasil pendidikan dan pelatihan nasional; (c)
meningkatkan pengakuan terhadap hasil pendidikan nonformal dan informal oleh
sistem pendidikan formal; serta (d) meningkatkan kepercayaan para pemangku
kepentingan terhadap kualitas dan relevansi tenaga kerja yang dihasilkan oleh
sistem pendidikan dan pelatihan nasional.
2. Jenjang Kualifikasi KKNI
KKNI menyatakan sembilan jenjang kualifikasi sumber daya
manusia Indonesia yang produktif. Deskripsi kualifikasi pada setiap jenjang
KKNI secara komprehensif mempertimbangkan sebuah capaian pembelajaran yang
utuh, yang dapat dihasilkan oleh suatu proses pendidikan, baik formal,
non-formal, informal, maupun pengalaman mandiri untuk dapat melakukan kerja
secara berkualitas. Deskripsi setiap jenjang kualifikasi juga disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni, serta perkembangan
sektor-sektor pendukung perekonomian dan kesejahteraan rakyat, seperti
perindustrian, pertanian, kesehatan, hukum, dan aspek lain yang terkait.
Capaian pembelajaran juga mencakup aspek-aspek pembangun jati diri bangsa yang
tercermin dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika
yaitu menjunjung tinggi pengamalan kelima sila Pancasila dan penegakan hukum,
serta mempunyai komitmen untuk menghargai keragaman agama, suku, budaya,
bahasa, dan seni yang tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia.
Ada tiga strategi pengembangan KKNI. Pertama, KKNI menganut strategi kesetaraan
kualifikasi seseorang yang diperoleh dari dunia pendidikan formal, nonformal,
informal dan pengalaman bekerja. Kedua,
KKNI mengakui kualifikasi pemegang ijazah yang akan bekerja maupun melanjutkan
pendidikan di luar negeri, pertukaran pakar dan mahasiswa lintas negara atau
pemegang ijazah dar luar negeri yang bekerja di Indonesia. Ketiga,
KKNI mengakui kesetaraan
kualifikasi capaian pembelajaran
berbagai bidang keilmuan
pada tingkat pendidikan tinggi, baik
yang berada pada jalur pendidikan
akademik, vokasi, profesi, serta melalui
pengembangan karir yang
terjadi di strata
kerja, industri atau
asosiasi profesi (Mendikbud,
2010:11).
KKNI terdiri dari 9 jenjang kualifikasi.
Deskripsi jenjang kualifikasi KKNI menurut Perpres No. 8 Tahun 2012 diuraikan
dalam bagan 1
1)
Jenjang 1 sampai 3
dikelompokkan dalam jabatan operator diduduki lulusan SD, SMP dan SMA.
2)
Jenjang 4 sampai 6
dikelompokkan dalam jabatan teknisi atau analis, diduduki oleh lulusan D1, D2,
D3, D4 dan Sarjana.
3)
Jenjang 7
dikelompokkan dalam jabatan
ahli, diduduki oleh
lulusan pendidikan profesi.
4)
Jenjang 8
dikelompokkan dalam jabatan
ahli diduduki oleh
lulusan magister atau spesialis 1.
5)
Jenjang 9
dikelompokkan dalam jabatan
ahli diduduki oleh
lulusan doktor atau spesialis 2.
Bagan 1 Deskripsi KKNI Menurut Perpres No. 8 Tahun
2012
Secara konseptual,
setiap jenjang kualifikasi
dalam KKNI disusun
oleh empat parameter, yaitu: (1)
keterampilan kerja, (2) cakupan keilmuan
(pengetahuan), (3) metode dan tingkat
kemampuan mengaplikasikan keilmuan, dan (4) kemampuan manajerial (Mendikbud, 2010:18). Internalisasi dan akumulasi keempat parameter
yang harus dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur atau melalui pengalaman
kerja disebut dengan learning outcomesatau capaian pembelajatan (Mendikbud,
2010:19).
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Tujuan
Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Perkembangan
Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menyebabkan manusia semakin mudah
dalam berkomunikasi, hubungan antarmanusia menjadi semakin intensif dan
kompleks. Para pendidik diIndonesia menyadari perlunya ilmu pengetahuan
mengenai hubungan antarmanusia, hubungan manusia dengan lingkungan tempat
tinggal, hubungan denga lembaga dan hubungan dengan benda-benda keperluan
hidup. Para pendidik sudah melaksanakan program ini di sekolah melalui mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Tujuan
pendidikan IPS tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan
berdasarkan pada falsafah negara Pancasila dan UUD 1945, yaitu membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk
membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat
menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai
bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam
UUD 1945.
Tujuan
IPS menurut Fenton (dalam Talud, 1980) terdiri dari 5 kelompok yaitu: (1)
pemberian pengetahuan (acquiring of knowledge), yakni menjadikan anak didik
menjadi warga negara yang baik sehingga perlu dibekali dengan
pengetahuan-pengetahuan yang bersumber dari IPS; (2) pengembangan daya nalar
dan penilaian kritis (development of reasoning power and critical judgment),
yakni anak didik harus dilatih untuk memiliki keampuhan berpikir, dan kemampuan
berpikir kritis; (3) melatih belajar mandiri (training in independent study),
yakni anak didik harus dilatih untuk belajar sendiri, harus diajarkan bagaimana
cara belajar yang baik, memupuk habitat belajar, dan mempergunakan waktu secara
baik dan tepat guna; (4) pembentukan kebiasaan dan keterampilan (formation of
habits and skills), yakni pembentukan kegemaran dan keterampilan anak didik;
dan (5) melatihkan bentuk-bentuk perilaku yang positif (training in disirable
patterns of conduct), yakni melatih anak didik untuk menghayati nilai-nilai
hidup yang baik, termasuk di dalamnya etika, moral, dan kejujuran. Untuk dapat
melaksanakan programprogram IPS dengan baik sudah sewajarnya guru harus
mengetahui benarbenar tujuan pengajaran tersebut. Di samping itu, guru harus
menguasai pengorganisasian bahan pelajaran, dan metode yang dipakai dalam
pelaksanaan proses belajar-mengajar. (Enoh,
2015)
Tujuan
pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), secara umum dikemukakan oleh
Waterwroth, dalam Rahmad yaitu untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat, dimana secara tegas ia
mengatakan "to prepare students to
be well-functioning citizens in a democratic society".7
Selanjutnya, Clark dalam bukunya “Social
Studies in Secondary School”: A Hand Book, menyatakan bahwa IPS
menitikberatkan pada perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan
sosialnya, manusia dengan segala kegiatannya dan interaksi antar mereka.
Peserta didik diharapkan dapat menjadi anggota yang produktif, berpartisipasi
dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab, tolong menolong
dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan nilai-nilai dan ide-ide dari
masyarakatnya. (Sobri, 2019)
Secara
teori pada tingkat satuan pendidikan sekolah dasar, capaian tujuan pembelajaran
IPS adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan (knowledge), sikap dan nilai (attitudes
and values) dan keterampilan (skill)
yang membantunya untuk memahami lingkungan sosialnya. (Sobri, 2019)
Berdasarkan
tujuan pendidikan nasional, maka tujuan pendidikan di atas harus dikaitkan
dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan
dihadapi siswa. Kurikulum 2004 (tingkat SD) menyatakan bahwa, Pengetahuan
Sosial bertujuan untuk mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi,
geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan
psikologis, mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan
sosial, membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan dan meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
B.
Implikasi
Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Dalam
pasal 37 UU Sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan
wajib yang harus ada dalam kirikulum pendidikan dasar dan menengah. Lebih
lanjur bahwa kajian IPS antara lain ilmu bumi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan
sebagainya dimaksudkan untuk
megembangka pengetahuan, pemahaman dan
kemampuan analisis peserta didik terhadap kondisi masyarakat. Dengan adanya
ketetentuan ketentuan Undang-undang yang mewajibkan IPS sebagai mata pelajaran
dalam sisitem pendidikan di Indonesia telah menjadikan keududkan IPS semakin
jela dan kokoh.
Sebelum
lahirnya UU Nomor 20 tahun 2003 muncul sejumlah gagaasn yang dilontarkan
tentang perlunya perubahan nama sejumlah mata pelajarn di sekolah dengan
alsasan jumlah mata pelajaran disekolah lebih ramping. Salah satu target
perubahan tersebut adalah mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan PPKn terutama jenjang SD dan SMP. Nama yang
ditawarkan antara lain mata pelajaran Pengetahuan Sosial (PS) yang isi
didalamnya memuat materi pendidikan kewarganegaraan dan masalah-masaallah
sosial mayarakatat. Sementara mata pelajaran PPKn dihilangkan.
Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang
berusia antara 6 – 12 tahun. Anak dalam keompo usia antara 7-11 tahun menurut Piaget (1963) berada dalam
perkembangan kemampuan intelektual / kognitifnya pada tingkatan yang utuh dan
menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka
pedulikan adalah sekarang dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami.
Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak.
Konsep-konsep seperti waktu, perubahan kesinambungan, arah mata angin,
lingkungan, ritual akulturasi kekuasaan demokrasi, nilai, peranan, permintaan,
atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrakk yang dalam program studi IPS
harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Berbagai
cara dan teknik pembelajarran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak
itu dapat dipahami peserta didik. Bruner (1978) memberikan pemecahan berbentuk
jembatan bailley untu mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactie, iconic
dan symbolic melalui perontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, graik,
lambang, keterangan lanjut atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami
peserta didik. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang
abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas
(epanding envioment approach) dan pendekattan spiral dengan memulai dari yang
mudah kepada yang suar, dari yang sempi menjadi lebih luas dari yang dekat ke
yang jauh,, dan seterusnya.
Menurut
Farris and Cooper pembelajaran IPS SD akan dimulai dengan pengenalan diri
(selff), kemudian keluarga, tetangga, lingkkungan RT, RW, kelurahan/desa,
kecamatan kota/kabupaten, propinsi, negara tetangga kemudian dunia. Peserta
didik bukanlah sehelai kertas putih yang menunggu untuk ditulisi, atau repllika
orang dewasa dalam format kecil yang dapat dimanipulasi sebagai tenaga buruh
yang murah melainkan pesrta didik adaalh entitas yang unik yang memiliki
berbagai potensi yang masih latent dan memerlukan proses serta
senuhan-sentuhanterrtentu dalam perkembangannya. Mereka yang memulai dari
egosentrisme dirinya kemudian belajar akan menjadi berkembng dengan kesadaran
akan ruang dan wwaktu yang semakin meluas,, dan mencoba serta berusahha
melakukan aktivitas yang berbentuk interensi dalam dunianya. Maka dari itu
pendidikan IPS adalah salah satu upaya yang akan membawa kesadaran terhadap
terjadap ruang, waktu, dan lingkugan sekiar bagi peserta didik.
Kurikulum
2004 untuk Penggetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan
Kewarganegaraan. Pengetahuan Sosial disatukan dengan Pendidikan Kewarganegaraan
dipelajari siswa mulai dari kelas I sampai kelas IV SD. Pengetahuan Sosial,
Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan masuk ke dalam mata pelajaran
Pengetahuan Sosial (IPS) diajarkan mulai kelas I sampai dengan kelas VI.
Merupakan korelasi berbagai disiplin ilmu seperti Sosiologi, Antropologi,
Sejarah, Ekonomi dan Koperasi, Geografi da Politik kenegaraan dan sebagainya,
merupakan “broadfield” antatara Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Pengetahuan
Kewarganegaraan.
Dari
strategi belajar mengajar sampai kepada pelaksanaannya, memberikan keluluasan
kepada guru agar mau dan mampu menentukan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi yang dihadapi. Dari segi tujuan kurikuler untuk setiap kelas dari kelas
I –VI masing-masing memiliki satu tujuan disebut Standar Kompetensi. Dari
setiap standar kompetensi dikembangkan menjadi kompetensi dasar, hasil
belajarindikator dan materi pokok. Dari kelas I sampai kelas VI SD terdapat 49
kompetensi dasar. Dari segi lingkup bahan pengajaran menggunakan pendekatan
spiral, yaitu pendekatan pembelajaran dimulai dari lingkungan yang terdekat dan
sederhana sampai kepada lingkungan yang makin luas dan kompleks.
Untuk
sejarah pendekatan yang digunakan bisa menggunakan periodesasi yaitu
penyampaian bahan pelajaran dimulai dari zaman kuno sampai dengan sejarah
kontenporer, bisa juga menggunakan pendekatan Flashback dimulai dengan zaman
sekarang menuju zaman yang terjadi pada masa lalu. Pengembangan materi semakin
sederhana dan terfokus kepada kompetensi yang harus dimiliki siswa setelah
mengikuti pembelajaran dengan memberikan pengalaman-pengalamn belajar yang
sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Materi yang disampaikan sedikan
tetapi mendalam dan kontektual (perampingan materi dan lebih simpel),
komoperhensif dan berkelanjutan. Mengutamakan hasil disamping proses agar siswa
memiliki kompetensi yang memadai atas pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
sesuai dengan tujuan yang telah digariskan dalam kurikulum dan dalam
pembelajaran.
Secara
konseptual memberi ruang gerak kepada guru untuk mengemas dan mengembangkan
materi pembelajaran yang berkualitas. Mengajarkan konsep-konsep dasar
sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan melalui pendekatan
pendagogis dan psikologis secara seimbang (balance). Pengorganisaian materi
menggunakan pendekatan kemasyarakatan yang semakin meluas (ECA:Expanding
community approach) yakni dimulai dari yang terdekat ke hal-hal yang lebih jauh
(global). Materi ilmu-ilmu sosial diambil dalam kehidupan sehari-hari yang
lansung dapat diamati dan dipahami siswa. Pengorganisasian materi dimulai dari
lingkungan terdekat sampai pada lingkungan terjauh, yaitu dari lingkungan
keluarga, tetangga,sekolah, masyarakat sekitar, Indonesia, dan dunia. Materi
yang disampaikan sedikit tetapi medalam dan kontekstual (perampingan materi dan
lebih simpel), komperhensif dan berkelanjutan.
Mengutamakan
kompetensi siswa yang memadai atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap
merupakan pendekatan penguasaan kompetensi tertentu, memberi penekanan yang
besar pada penguasaan kompetensi (skill) atau aspek psikomotor dibanding aspek
pengetahuan (kognitif). Hasil kompetensi siswa secara kongrit berupa produk,
proposal, fortofolio, karya dsb. Secara konseptual memberi ruang gerak kepada
guru untuk mengemas dan mengembangkan materi pembelajaran secara berkualitas.
Menggunakan multimedia, mltimetoda dan multi sumber serta evaluasi, sehingga
diharapkan anak akan merasa senang belajar IPS. Penilaian menggunakan penilaian
berbasis kelas yang diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator hasil
belajar. Selain penilaian tertulis, dapat juga menggunakan penilaian
berdasarkan perbuatan, penugasan dan produk atau portofolio.
Merujuk pada
tuntutan Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu dengan menggunakan program “life
skill” ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan kecakapan bagi lulusan
sekolah disemua jenjang pendidikan. Dengan demikan, keberhasialn pelaksanaan
proses pembelajarn IPS di SD banyak bergantung pada penguasaan guru dalam
menentukan tehnik/strategi yang dapat memberi peluang kepada siswa melakukan
latihan-latihan melalui proses berpikir.
Ø Materi Ajar Ilmu Pengetahuan Sosial
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Dalam kurikulum berbasis kompetensi ini, mata
pelajaran IPS di Sekolah Dasar memilki Standar Kompetensi dan Komptensi Dasar
yang harus dicapai oleh masing-masing jenjang. Berikut materi ajar IPS di
sekolah dasar dalam kurikulum berbasis kompetensi :
a.
Materi
Ajar IPS Kelas 1
Standar Kompetensi |
Kompetensi Dasar |
Materi |
Kemampuan memahami identitas diri dan keluarga dalam rangka berinteraksi di lingkungan rumah. |
1. Kemampuan menunjukkan identitas diri 2. Kemampuan mewujudkan hidup rukun dalam kemajemukan keluarga 3. Kemampuan
mengingat peristiwa yang dialami 4. Kemampuan menjelaskan lingkungan rumah sehat 5. Kemampuan memahami kegiatan jual beli |
§
Identittas diri dan keluarga §
Hidup rukun dalam kemajemukan
keluarga §
Peristiwa masa kecil §
Lingkungan Rumah §
Kegiatan Jual Beli |
b.
Materi
Ajar IPS Kelas 2
Standar Kompetensi |
Kompetensi Dasar |
Materi |
Kemampuan
menerapkan hak dan kewajiban, sikap saling menghormati, dan
hidup hemat dalam
keluarga, serta memelihara lingkungan. |
1. Kemampuan mengetahui hak dan kewajiban anggota keluarga dirumah. 2. Kemampuan mewujudkan sikap saling menghormati dalam lingkungan keluarga. 3. Kemampuan membiasakan hidup hemat 4. Kemampuan memanfatkan dokumen keluarga sebagai
sumber belajar 5. Kemampuan mendiskripsikan lingkungan
alam dan buatan di sekitar rumah |
§
Hak dan Kewajiban anggota keluarga §
Saling menghormati
di lingkungan keluarga §
Hidup hemat §
Dokumen diri dan Keluarga §
Lingkungan alam dan bauatan
di sekitar rumah |
c.
Materi Ajar IPS Kelas 3
Standar Kompetensi |
Kompetensi Dasar |
Materi |
Kemampuan memahami:
(1) kronologis peristiwa penting dalam keluarga; (2) kedudukan dan
peran anggota keluarga; (3) aturan dan kerjasama di lingkungan; (4) kegiatan
dalam pemenuhan hak dan kewajiban sebagai
individu dalam masyarakat; dan (5) kenampakan lingkungan |
1.
Kemampuan mendiskripsikan peristiwa penting secara kronologis
dalam keluarga 2.
Kemampuan mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota keluarga 3.
Kemampuan mendeskripsikan bentuk- bentuk kerjasama di lingkungan tetangga 4.
Kemampuan mengahargai aturan-aturan yang ada di sekolah 5.
Kemampuan menggunakan uang
sesuai dengan kebutuhannya 6.
Kemampuan memahami jenis-jenis pekerjaan. 7.
Kemampuan menyadari hak dan kewajiban individu
sebagai warga masyarakat. 8.
Kemampuan berbicara dan berprilaku jujur 9.
Kemampuan memahami denah dan pemanfaatannya 10. Kemampuan memahami
penampakan alam dan pelestariannya |
§
Peristiwa penting dalam keluarga §
Kedudukan dan peran anggota keluarga §
Kerjasama di lingkungan
tetangga §
Aturan-aturan sekolah §
Uang §
Jenis-jenis pekerjaan §
Hak dan kewajiban individu sebagai warga masyarakat §
Kejujuran §
Denah Sekolah §
Kenampakan alam dan buatan |
c.
Materi
Ajar IPS Kelas 4
Standar Kompetensi |
Kompetensi Dasar |
Materi Ajar |
Kemampuan
memahami: (1) keragaman suku
bangsa dan budaya serta perkembangan teknologi; (2) persebaran sumber daya
alam, sosial, dan aktivitas dalam perekonomian; (3) sikap
kepahlawanan dan patriotisme
serta hak dan kewajiban warganegara, dan(4)
pentingnya menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat. |
1. Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat 2. Kemampuan menunjukkan jenis
dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat (kabupaten/kota/provinsi) 3.
Kemampuan memahami perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi, dan transportasi 4. Kemampuan mendeskripsikan
aktivitas jual beli di pasar setempat
(kabupaten/kota/provinsi) 5. Kemampuan mewujudkan sikap kephalawanan dan patriotism dalam lingkungnnya 6.
Kemampuan memahami hak dan kewajiban warga Negara 7.
Kemampuang menghayati budaya luhur bangsa Indonesia 8.
Kemampuan memahami
hubungan kenampakan alam, sosial dan budaya dengan gejalanya 9.
Kemampuan menghargai berbagai peninggalan di lingkungan
setempat ( kabupaten/kota/provinsi) 10.
Kemampuan menggambar
peta lingkungan setempat (kabupaten/kota/provinsi) |
§
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya §
Sumber daya alam dan kegiatan ekonomi §
Perkembangan teknologi untuk produksi, komunikasi dan
trasportasi §
Pasar §
Kepahlawanan dan patriotisme §
Hak dan kewajiban warga Negara §
Nilai-nilai pancasila § Kenampakan alam dan
keragaman lingkungan §
Peninggalan sejarah §
Peta dan komponennya. |
d.
Materi
Ajar KelasIPS 5
Standar Kompetensi |
Kompetensi Dasar |
Materi Pokok |
Kemampuan memahami: 1) Keragaman kenampakan alam sosial, budaya dan kegiatan ekonomi di Indonesia 2) Perjalanan bangsa Indonesia pada masa Hindu-Buddha, Islam, sampai masa kemerdekaan; dan 3) Wawasan Nusantara, penduduk dan pemerintahan serta kerja keras para tokoh kemerdekaan. |
1.
Kemampuan menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia 2.
Kemampuan memahami keadaan penduduk dan pemerintahan di Indonesia 3.
Kemampuan hidup berwawasan nusantara 4.
Kemampuan memahami kegiatan ekonomi di Indonesia 5. Kemampuan mendeskripsikan
kerajaan dan peninggalan masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 6. Kemampuan memahami
perjuangan para tokoh dalam melawan penjajah dan tokoh pergerakan 7. Kemampuan memahami kerja
keras para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan 8. Kemampuan memahami keragaman
kenampakan alam dan buatan di Indonesia 9. Kemampuan memahami
perubahan wilayah di Indonesia 10. Kemampauan menggunakan
peta/atlas/globe dan media lainnya untuk mencari informasi keruangan |
§
Keragaman suku bangsa
dan budaya Indonesia §
Penduduk dan sistem pemerintahan di
Indonesia §
Wawasan Nusantara §
Kegiatan ekonomi §
Kerajaan Hindu,
Budha dan Islam di Indonesia § Perjuangan melawan
penjajahan dan pergerakan
nasional Indonesia §
Persiapan kemerdekaan Indonesia dan perumusan dasar Negara §
Kenampakan alam dan
buatan di Indonesia §
Perubahan wilayah di Indonesia §
Persebaran gejala
alam |
e.
Materi
Ajar IPS Kelas 6
Standar Kompetensi |
Kompetensi Dasar |
Materi Pokok |
Kemampuan
memahami: (1) peran masyarakat sebagai potensi
bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan; (2) kegiatan ekonomi negara
Indonesia dan negara tetangga; (3) kenampakan alam dunia ; dan (4)
kedudukan masyarakat sebagai potensi bangsa dalam pelaksanaan Hak Asasi
Manusia dan nilai-nilai Pancasila |
1.
Kemampuan menganalisis bentuk-bentuk prilaku yang muncul sebagai dampak globalisasi 2.
Kemampuan menganalisis peristiwa
di sekitar proklamasi 3. Kemampuan mengenal dan
menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan 4. Kemampuan memahami
kedudukan masyarakat sebagai potensi bangsa 5. Kemampuan memahami penerapan
nilai-nilai pancasila 6. Kemampuan memahami
pentingnya koperasi dalam perekonomian Indonesia 7. Kemampuan memahami gejala
alam dan sosial Negara Indonesia dan Negara tetangga 8. Kemampuan menggeneralisasi
kenampakan alam dunia melalui kajian peta 9. Kemampuan memahami
pelaksanaan hak asasi manusia dalam masyarakat. |
§
Dampak Globalisasi §
Peristiwa sekitar proklamasi §
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan §
Masyarakat sebagai potensi bangsa §
Penerapan nilai-nilai pancasila §
Koperasi dalam perekonomian Indonesia dan peetukaran
barang/jasa antar Negara §
Gejala (fenomena) alam dan sosial Indonesia dan Negara
tetangga §
Kenampakan alam dunia §
Hak azasi manusia |
C.
Implikasi
KKNI dalam Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar
Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), ditandai dengan lahirnya Perpres No. 08
tahun 2012 dannUU PT No. 12 Tahun 2012 Pasal 29 ayat (1), (2), dan (3).
Lahirnya KKNI membawa dampak besar terhadap proses pembelajaran dan kurikulum
pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Setelah diterbitkannya KKNI
capaian pembelajaran (learning outcomes) bukan pada capaian kompetensi lagi.
Secara ringkas KKNI terdiri dari sembilan level, kesembilan level tersebut
dimulai dari level 1 merupakan jenjang pendidikan dasar, level 2 merupakan
jenjang pendidikan menengah, level 3 untuk D1, level 6 untuk S1, level 7 untuk
mendidikan profesi, level 8 untuk jenjang magister, dan level 9 untuk jenjang
doktoral dan doktor terapan. (Sari, 2017)
Adanya
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), berdampak pada kurikulum serta
pengelolaan pembelajaran pada setiap jenjang. Pada awalnya kurikulum hanya
fokus pada pencapaian kompetensi namun saat ini bergeser mengacu pada capaian
pembelajaran. KKNI terdiri dari sembilan level kualifikasi akademik SDM
Indonesia. Dimulai dari sekolah dasar pada level 1 hingga statra 3 untuk level
9. Diharapkan KKNI dapat mengubah penilaian kompetensi peserta didik. Pengguna
lulusan tidak hanya melihat kemampuan seseorang dari ijazah, tetapi melihat
kerangka kuakifikasi yang telah menjadi kesepakatan secara nasional. (Sari, 2017)
Pembelajaran
IPS bertujuan untuk membangun mental intelektual peserta didik agar sadar akan
hak dan kewajibannya kepada masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pembelajaran
IPS banyak nilai-nilai edukatif yang dapat diambil mulai dari interaksi,
keadilan, konflik, moral, pluralisme kebudayaan, keterampilan sosial, hingga
toleransi mengingat Indonesia merupakan bangsa yang majemuk.
Karakteristik
konsep dasar IPS sangat unik karena berisi aspek dasar perkembangan manusia dan
hubungannya dengan masyarakat, mengembangkan berbagai keterampilan dan sikap
moral yang diperlukan untuk terjun dalam masyarakat serta keterampilan memahami
permasalahan sosial dan ketermapilan berfikir secara humanistis. Dengan
mengilhami pembelajaran konsep dasar IPS tersebut, maka sebaiknya pembelajaran
konsep dasar IPS tidak terpaku berada dalam kelas saja. Alangkah baiknya jika
peserta didik diajak untuk melihat fenomena yang terjadi dalam masyarakat
secara nyata. Melakukan pengamatan, menganalisis, mengumpulkan data, merumuskan
hipotesis, hingga menarik simpulan masalah dan mencari alternatif
penyelesainnya. Lingkungan masyarakat sangat cocok dijadikan laboratorium
terpadu untuk pembelajaran konsep dasar IPS. Dari sana peserta didik akan
belajar secara lebih nyata dan komprehensif, baik secara kognitif maupun secara
mental, karena attitude tidak cukup diajarkan secara verbal, tetapi juga dengan
keteladana dan mencoba. Dengan terjun langsung di masyarakat, peserta didik
akan mengalami berbagai momen nyata yang tak terupakan, dan akan mendapat
reward ataupun punishment secara langsung dari masyarakat. IPS adalah
pembelajaran yang saling berkolerasi (saling berhubungan). Artinya pesera didik
diajarkan untuk dapat mengetahui dan menjalankan hak dan kewajibannya secara
seimbang dan memiliki kepedulian dalam kehidupan bermasyarakat. (Sari, 2017)
Terdapat
beberapa tahapan dalam pelasanaan KKNI. Pelaksanaan KKNI dimulai dari penentuan
profil lulusan. Kemudian menentukan capaian pembelajaran (learning outcomes),
menentukan kompetensi bahan kajian pembelajaran, dan penyusunan rencana kuliah.
Disini sangat jelas terlihat, bahwa dalam kurikulum berbasis KKNI, penetapan
profil lulusan dan perumusan capaian pembelajaran manjadi hal utama yang harus
dilakukan. Tidak kalah penting dalam proses pembelajaran berdasarkan kurikulum
KKNI adalah pemberian soft skill yang mumpuni untuk menunjang kompetensi
lulusan. Hal ini sejalan dengan kurikulum 2013 yang tidak hanya membelaki
peserta didik dalam ranah kognitif saja, tetapi juga ranah afektif dan
spikomotor.
Pembelajaran
IPS di sekolah dasar diawali dengan pengenalan kehidupan sehari-hari siswa.
Melalui studi kasus yang kontekstual, peserta didik akan diajarkan untuk
menyelesaikan masalah sesuai dengan potensi dan perannya di masyarakat.
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran wajib baik di tingkat sekolah
dasar dan menengah. Pada tingkat pendidikan tinggi, IPS lebih familiar disebut
dengan “social studies”. IPS di tingkat sekolah dasar mempelajari beberapa mata
pelajaran seperti ilmu sosial, ilmu humaniora, berbagai isu sosial, keragaman,
dan sejumlah konsep disiplin ilmu sosial yang saling berintegrasi dan terpadu. (Sari, 2017)
Langkah
pertama dalam pembelajaran scientific thinking adalah mengamati fakta, baik
berupa fenomena ataupun pengamatan objek langsung. Pengamatan ini bertujuan
untuk mengumpulkan informasi, data, dan fakta. Hal ini sangat baik untuk
melatih kemampuan siswa membangun pengetahuannya sendiri. Kemudian bertanya,
ini juga menjadi keterampilan yang tidak kalah penting. Melalui keterampilan
bertanya, siswa belajar berhipotesis dan melatih imajinasi mereka melalui rasa
keingintahuan peserta didik.
Langkah
selanjutnya adalah penalaran, baik secara deduktif ataupun induktif. Mencoba
menyimpulkan, dalam artian peserta didik belajar mengkaitkan konsep dan
aplikasi kemudian mengkomunikasikan setiap pengalaman belajar peserta didik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
teori pada tingkat satuan pendidikan sekolah dasar, capaian tujuan pembelajaran
IPS adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan (knowledge), sikap dan nilai (attitudes
and values) dan keterampilan (skill)
yang membantunya untuk memahami lingkungan sosialnya. (Sobri, 2019)
Berdasarkan
tujuan pendidikan nasional, maka tujuan pendidikan di atas harus dikaitkan
dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan
dihadapi siswa. Kurikulum 2004 (tingkat SD) menyatakan bahwa, Pengetahuan
Sosial bertujuan untuk mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi,
ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial, membangun
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan dan
meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang
majemuk, baik secara nasional maupun global.
Kurikulum
2004 untuk Penggetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan
Kewarganegaraan. Pengetahuan Sosial disatukan dengan Pendidikan Kewarganegaraan
dipelajari siswa mulai dari kelas I sampai kelas IV SD. Pengetahuan Sosial,
Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan masuk ke dalam mata pelajaran
Pengetahuan Sosial (IPS) diajarkan mulai kelas I sampai dengan kelas VI.
Merupakan korelasi berbagai disiplin ilmu seperti Sosiologi, Antropologi,
Sejarah, Ekonomi dan Koperasi, Geografi da Politik kenegaraan dan sebagainya,
merupakan “broadfield” antatara Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Pengetahuan
Kewarganegaraan.
Dari
strategi belajar mengajar sampai kepada pelaksanaannya, memberikan keluluasan
kepada guru agar mau dan mampu menentukan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi yang dihadapi. Dari segi tujuan kurikuler untuk setiap kelas dari kelas
I –VI masing-masing memiliki satu tujuan disebut Standar Kompetensi. Dari
setiap standar kompetensi dikembangkan menjadi kompetensi dasar, hasil
belajarindikator dan materi pokok. Dari kelas I sampai kelas VI SD terdapat 49
kompetensi dasar. Dari segi lingkup bahan pengajaran menggunakan pendekatan
spiral, yaitu pendekatan pembelajaran dimulai dari lingkungan yang terdekat dan
sederhana sampai kepada lingkungan yang makin luas dan kompleks.
Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), ditandai dengan lahirnya Perpres No. 08
tahun 2012 dannUU PT No. 12 Tahun 2012 Pasal 29 ayat (1), (2), dan (3).
Lahirnya KKNI membawa dampak besar terhadap proses pembelajaran dan kurikulum
pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Setelah diterbitkannya KKNI
capaian pembelajaran (learning outcomes) bukan pada capaian kompetensi lagi.
Secara ringkas KKNI terdiri dari sembilan level, kesembilan level tersebut
dimulai dari level 1 merupakan jenjang pendidikan dasar, level 2 merupakan
jenjang pendidikan menengah, level 3 untuk D1, level 6 untuk S1, level 7 untuk
mendidikan profesi, level 8 untuk jenjang magister, dan level 9 untuk jenjang
doktoral dan doktor terapan. (Sari, 2017)
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran wajib baik di tingkat sekolah
dasar dan menengah. Pada tingkat pendidikan tinggi, IPS lebih familiar disebut
dengan “social studies”. IPS di tingkat sekolah dasar mempelajari beberapa mata
pelajaran seperti ilmu sosial, ilmu humaniora, berbagai isu sosial, keragaman,
dan sejumlah konsep disiplin ilmu sosial yang saling berintegrasi dan terpadu. (Sari, 2017)
Langkah
pertama dalam pembelajaran scientific thinking adalah mengamati fakta, baik
berupa fenomena ataupun pengamatan objek langsung. Pengamatan ini bertujuan
untuk mengumpulkan informasi, data, dan fakta. Hal ini sangat baik untuk melatih
kemampuan siswa membangun pengetahuannya sendiri. Kemudian bertanya, ini juga
menjadi keterampilan yang tidak kalah penting. Melalui keterampilan bertanya,
siswa belajar berhipotesis dan melatih imajinasi mereka melalui rasa
keingintahuan peserta didik.
Langkah
selanjutnya adalah penalaran, baik secara deduktif ataupun induktif. Mencoba
menyimpulkan, dalam artian peserta didik belajar mengkaitkan konsep dan
aplikasi kemudian mengkomunikasikan setiap pengalaman belajar peserta didik.
B. Saran
Dalam penulisan makalah
ini,penulis sadar bahwa makalah ini sangan jauh dari kata sempurna karena
kesempurnaan hanya milik Allah. Sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca. Semoga tulisan sederhana ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
Sobri, Muhama. Perkembangan Kurikulum
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah di
Indonesia. 2019
Enoh, M. (2015). Pendekatan Pembelajaran Pengetahuan Sosial
dalam Kurikulum Berbasis Komptenesi. Jurnal
Ilmu Pendidikan.
Sari, T. T. (2017). Pendekatan Scientifik dalam Penerapan
KKNI pada Pembelajaran IPS SD. Jurnal Pendidikan Dasar.
Dr. Hidayat, M.Si, dkk.(2018). Buku
Ajar Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu. Medan : Akasha Sakti.
Setiana Nana. Pembelajaran IPS
Terintegrasi dalam Konteks Kurikulum 2013. Jurnal Pendidikan Dasar, 6 (2).
Komara Endang. Pendekatan Scientific
Dalam Kurikulum 2013.
https://www.academia.edu/4807142/PENDEKATAN_SCIENTIFIC_DALAM_KURIKULUM_2013_ENDANG_KOMARA_Guru_Besar
(diakses pada 28 November 2020).
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Pendidikan. Pembelajaran Ips Di Sekolah Menengah Kejuruan.
Neliti. 2016. Model Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Jurnal Penelitian Pendidikan, 33 (1).
................... 2002. Kurikulum dan Hasil Belajar Rumpun belajar Ilmu Sosial.
Jakarta: Depdiknas.
Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran
dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Prenada Media.
https://lmsspada.kemdikbud.go.id/mod/page/view.php?id=37403
https://www.slideshare.net/arif08/pendidikan-ips-di-sd
http://kkni.kemdikbud.go.id/asset/pdf/001-dokumen_kkni.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/KKNI
http://fiqirachman.blogs.uny.ac.id/2015/12/08/kerangka-kualifikasi-nasional-indonesia/